Friday 4 January 2013

Ibukota dan Kereta

Ibukota selalu memaksa untuk bangun pagi setiap hari. Ya walau masih kalah dari berkokoknya ayam ditengah malam. 

Disini, semua orang, berdasar usia atau berdasar profesi berlomba-lomba dari terbit hingga terbenam matahari. Istirahat itu tidur di malam hari, istirahat bukan tidur dipagi dan siang hari. 

Diangkutan kota, jarang lagi senyum apalagi saling sapa khas orang-orang tua di Jawa. Jika tidak ditanya untuk apa balas menjawab. Jika Anda tersenyum belum tentu dibalas senyum. Kiri, kanan, depan belakang dan kita ditengah saling curiga karena tas, dompet, hape, uang, dll semua itu barang berharga. 

Diangkutan kota khususnya kereta. Haram bagi kaum lelaki dipagi dan disore hari untuk duduk manis diatas kereta ac sedangkan diwaktu dan tempat yang sama si hawa banyak berdiri. Berdiri dipintu kereta, pintu tidak bisa tertutup. Itu kereta commuter ac. Namun begitu commuter line jauh lebih nyaman dengan harga lebih mahal dari kereta ekonomi. 

Apalagi kereta ekonomi? Hari kedua, coba pulang dengan ekonomi walau dengan tiket commuter. Mulai dari Gondangdia semua berdesak-desakan, makin ke Bogor semakin penuh. Jangan pernah berharap lampu menyala. Siap-siap gerbong mati. Gelap. Apakah ini yang menjadi alasan semua kereta diganti commuter? 

Pasca kasus hibah kereta bekas Jepang, PT KAI terus berbenah, semua dibenahi, termasuk para pedagang disekitaran stasiun. Bisik berbisik, hanya satu dari mulai Bogor sampe Kota, hanya stasiun UI yang masih berdiri kokoh para penjual eceran dengan kios yang masih tegap berdiri walau sudah dipasangkan pengail, sesekali tinggal dirobohkan. Namun, kini distasiun UI, para Mahasiswa masih setia menjadi martir perjuangan melalui teori dan praktik. 

Jika saja setiap stasiun rata dengan tanah, maka berapa jiwa yang ikut membiayai negara malah dikhianati negara. Adakah solusi dari setiap kebijakan. Atau hanya langkah represif dari polisi dan TNI atau dari para preman yang dibayar. 

Sumber foto: kabarkampus.com
Rupanya diri ini penasaran berapa biaya operasional PT KAI harian atau bulanan termasuk pendapatan harian mereka. Ya, inilah perusahaan BUMN kita, haknya penuh mengelola namun banyak yang tidak layak dan konsumen ya apa daya. Maybe inilah cerminan kenapa lebih suka membeli baru ketimbang merawat yang masih ada. Konsumen itu rakyat, rakyat itu pasar bukan lagi raja, jadi wajar jika mengelola saham tidak pernah melibatkan rakyat sebagai konsumen. 

Hari ke 3, beruntung ketika sariawan mampir ke warung membeli penyegar, si Bapak warung ternyata punya kios, di stasiun Depok dan Jakarta, Jakarta tak jelas maksud si Bapak disebelah mana atau telinga tak begitu mendengar. Tanah itu milik negara. Hanya ada Hak Guna Bangunan, di stasiun Depok 1,5 jt setahun, 5000 per hari. Tak besar kata bapak, hanya sepetak. Jelas sudah secara hitung-hitungan bisnis, kios lebih sedikit masuk kantong ketimbang hotel mewah dan megah. 

Kini dan selamanya para pedagang akan tergantikan oleh bisnis yang lebih menguntungkan orang per orang... Dan konsumen silakan duduk manis atau kalo tidak muat silakan berdiri terus saja...