Tuesday 28 January 2014

Resensi Film Korea: Officer of the Year


Officer of the year adalah film bergenre action comedy kali ya. Film ini mirip film film Jackie Chan tapi agak lebih konyol. Film yang dirilis 2011 silam kembali ditayangkan di K-Movie Net TV. Nah, malem minggu gak bakalan nyesel nonton film-film Korea. 


Ada 2 aktor utama di film itu. Hwang Jae-Sung sama Jung Wei-Chan. Mereka sama-sama bertugas dikepolisian hanya beda wilayah, Polisi Hwang di Mapo sedangkan Polisi Jung Wei Chan di Seodaemun. Tugasnya memecahkan masalah siapa yang telah memperkosa gadis-gadis, kalo g salah jumlah korbannya mencapai 12 orang yang berada di kedua wilayah mereka. 



Kebetulan kasus itu menjadi menarik dan mendapat perhatian publik karena sudah sangat meresahkan masyarakat dan rata-rata korban pemerkosaan malu untuk melaporkan kasus mereka. Disini kasus itu menjadi semakin menarik untuk dipecahkan oleh mereka, disamping memang ada hadiah bagi Officer of the Year sebanyak 30juta won. 



Film ini semakin menjadi menarik ketika muncul persaingan antara Polisi Hwang yang merintis karir dari bawah dengan Polisi Jung Wei Chan yang lulusan akademi kepolisian. Motivasi mereka sedikit berbeda, Polisi Hwang ingin mengaktualisasi diri hingga promosi jabatan sedangkan Polisi Jung Wei Chan butuh duit, apalagi istrinya lagi hamil, disamping memiliki ayah mertua yang cenderung 'berisik'. 



Singkat cerita, karena kasus mereka begitu meresahkan, Komisaris Kepolisian memerintahkan membuat tim gabungan diantara keduanya, markasnya barengan walau berbeda ruang. Tentu masing-masing dari mereka beserta anak buahnya ingin tampil menjadi pemenang. Namun, tim gabungan itu sia-sia, mereka lebih menjurus kepada persaingan yang tidak sehat. Ya, susah liat orang lain senang, dan senang liat orang lain susah. 



Sampai suatu cerita, pemerkosa yang bernama Balbari melakukan aksi ke-12nya. Kedua polisi Hwang dan Jung hampir saja mendapatkan tersangka. Kejar-kejaran mirip film Jackie Chan. Film ini lucu cenderung konyol karena mereka nggak kayak Jackie Chan yang bisa fight. Bahkan ketika mengejar tersangka, polisi Jung terjepit diantara dinding perumahan warga dipemukiman padat. Hal yang sama juga dilakukan oleh polisi Hwang yang kalah cepat dengan Balbari karena Balbari mantan atlet panjat tebing jadi nggak heran kalo dia berhasil lompat dari rumah e rumah. Bahkan ketika Balbari mau tertangkap, kedua polisi tersebut saling menjatuhkan. Hehe... Khas persaingan pegawai. :) alhadil, Balbari lolos dari pengejaran. 



Mereka ditarik dari penugasan, bahkan polisi Hwang dikembalikan jadi petugas polantas di Mapo, klo g salah karir pertama dia dikepolisian. Polisi Jung meski gak diturunkan jabatannya, tapi dia pusing, utang numpuk, mau beli rumah gak bisa. Hehe... Singkat cerita, polisi Hwang yang perfeksionis mulai sadar bahwa Ia hanya seorang polantas, untuk itu dia mengajak polisi Jung untuk berkerjasama dalam memecahkan kasus ini. 



Mereka berdua memiliki kecurigaan yang sama, siapa Balbari itu sebenarnya. Balbari adalah pimpinan perusahaan belajar menyetir. Namun demikian, kecurigaan mereka percuma jika tidak ada korban yang mau bersaksi. Apalagi si Balbari memiliki semacam yayasan amal yang salah satu kegiatannya adalah menyalurkan amal bagi salah satu korban pemerkosaan, termasuk menyekolahkan putri korban pemerkosaan. 



Di akhir film, alhasil ada 4 wanita yang mau sekedar bersaksi dengan hanya mendengarkan suara Balbari diacara yayasan Balbari. Kenapa hanya suara? Karena si Balbari dalam menjalankan aksinya selalu menutupi wajahnya dengan topeng (Emangnya pangeran toksedo bertopeng..hehe). Satu diantara wanita itu ternyata adalah siswi teladan di yayasan milik Balbari dan didaulat untuk menyerahkan penghargaan kepada Balbari ketika yayasan itu setiap tahun mengadakan acara. Siswi itu berusaha membunuh Balbari namun berhasil dihalangi Polisi Hwang. 



Alhasil Balbari yang tingkahnya sudah mulai ketahuan melarikan diri sewaktu acara tersebut. Kejar mengejar terjadi. Film yang berdurasi 117 menit itu diakhiri dengan tertangkapnya Balbari oleh Polisi Hwang, meski demikian polisi Hwang menyerahkan Balbari kepada Polisi Jung dengan mengikat borgol tangan Balbari kepada Polisi Jung. Namun, akhirnya officer of the year diserahkan kepada mereka berdua. 



Lantas bagaimana pelajaran film itu terhadap Kita yang hanya menjadi staf? Penghargaan officer of the year mungkin hanya untuk polisi Hwang dan Jung, tp penghargaan promosi juga diberikan kepada tim, anak buah mereka berdua. Ya mungkin sekarang staf, tapi yang namanya kekuasaan akan dipergilirkan, tapi tinggal waktu yang menjawab sekaligus mungkin dari skrg jadilah pengikut yang baik karena a good leader is a good follower. Sekian. [] 

Thursday 16 January 2014

Biaya Investasi Pendidikan?


Rekan rekan, saya ingin mengajak kita menghitung biaya investasi pendidikan kita selama kuliah. Berapa total cost (TC) selama kuliah hingga lulus dan diwisuda. data data biaya yg ada merupakan pengalaman dan juga asumsi (ekonomi tanpa asumsi, seperti sayur tanpa garam), data yang ada juga tdk semua terback up dg baik, salahsatunya tidak mencatat variabel cost, dan fixed costnya pun kurang lengkap... mari kita mulai menghitung.... 


1. Biaya pendaftaran UM UGM 2010= Rp 200.000 (Jalur UTUL,http://um6.ugm.ac.id/downloads/cara_pembayaran.pdf), Rp 350.000 jalur lainnya, (ini belum termasuk biaya pengeluaran selama ospek, dan sejenisnya sebelum masuk jadi mahasiswa baru)
2. Biaya SPMA= Rp 5-10 juta, 15 juta untuk KG (http://um.ugm.ac.id/index.php/page/24)
3. Biaya per semester= 
a. BOP= 
* Program studi kelompok eksakta dan ilmu kesehatan : Rp. 75.000,00/sks/semester
* Program studi kelompok non-eksakta : Rp. 60.000,00/sks/semester
b. SPP= Rp 540.000
Total biaya BOP SPP 4 TAHUN: Rp.14.400.000 (Jika, ada 8 semester (jika g nambah..hehe), maka 540.000+1.260.000x 8(untuk 21 sks non eksak)
4. KKN= Rp 1.050.000
5. Biaya tempat tinggal= Rp 8.000.000/4 tahun (asumsi: Kos Rp 2 juta/tahun x 4 tahun)
6. Biaya bulanan (uang saku)= Rp 1.000.000/ bulan x 12 bulan x 4 tahun= Rp 48 juta/4 tahun (asumsi) 
7. Biaya Perlengkapan (asumsi semua)
* Motor = Rp 5-10 Juta
* Laptop= Rp 5-10 juta
* dst= rak buku, perlengkapan mandi, kasur, kipas angin, dst.....



TOTAL KIRA KIRA BIAYA 4 TAHUN= Rp 200.000 (Pendaftaran UTUL)+ Rp 10.000.000 (SPMA, FEB)+ Rp. 14.400.0000 ( SPP BOP: Jika, ada 8 semester (jika g nambah..hehe), maka 540.000 + Rp 1.260.000 x 8 (untuk 21 sks non eksak)+Rp 1.050.000 (KKN PPM)+Rp 8.000.000 (tempat tinggal)+Rp 48 juta (Biaya bulanan)+ Rp 10 juta (asumsi motor+laptop)= RP 91.650.000 

Mari kita akhiri penghitungan, karena sudah tak sanggup menghitung....

Kesimpulan sederhana:
a. Kira kira, total investasi sebesar RP 91.650.000 selama 4 tahun
b. TOTAL Biaya (TOTAL COST) diperkirakan melebihi angka diatas karena banyak biaya fixed maupun variabel cost yang tidak tercatat dengan baik, semisal biaya wisuda, beli buku, les tambahan, biaya kesehatan, biaya masuk organisasi, (butuh anak akuntansi untuk menghitung ini,,, hehehe),dan (butuh anak IE untuk menghitung OPPORTUNITY COST nya... @_@)
c. Total biaya bisa kurang, jika kita mendapat beasiswa dan pada akhirnya mengurangi fixed cost investasi pendidikan.
d. better late than never..., menyadari ini diakhir akhir pun lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
e. Jika investasi harus mendatangkan keuntungan, maka mudah. kita tinggal berpikir bagaimana kita mendapatkan Revenue (R). Jika TR<TC= Rugi, Jika TR>TC=untung, Jika TR=TC=BEP (Break event point). 
f. Dan terpenting..........Subhanallah, ternyata pengorbanan orang tua kita tidak akan pernah sanggup dihitung kawan bahkan saya yakin seorang akuntan pun tak akan bisa. bahkan pengorbanan orang tua kita juga tak akan pernah terbalas walaupun kita menggendong orang tua kita bolak balik Shaffa dan Marwa. Mari kita perbaiki yang salah, ucapkan terimakasih untuk dedikasi ibu bapak, ayah mamah, ummi abi, papi mami...
g. Sama sama bersyukur, insyaAllah nikmat kita akan ditambah,,,,


Yogyakarta, Februari 2010

State Capture Corruption

Boleh saja ekonom berbeda pandangan terkait masalah sistemik ataupun tidaknya bank century jika tidak diberikan dana talangan (bailout) sebesar Rp 6,7 triliun. Perbedaan pandangan ini tidak akan pernah benar-benar mencapai sebuah titik kesepakatan diantara para ekonom itu sendiri. Setidaknya ada dua alasan yang mendasar mengapa ekonom berbeda pandangan. Pertama, perbedaan-perbedaan dalam penilaian ilmiah dimana berbeda mengenai keabsahan teori atau mengenai ukuran parameter-parameter penting. Kedua, perbedaan-perbedaan dalam nilai dimana memiliki pandangan normatif berbeda mengenai kebijakan yang seharusnya dilakukan. Namun yang pasti, penyelamatan bank century telah menimbulkan polemik dan tanda tanya besar di tengah masyarakat. 

Tanda tanya itu adalah misalnya terkait dugaan bahwa alokasi dana talangan century tidak sepenuhnya dialokasikan untuk membayar kewajiban dan menyuntik modal sehingga persyaratan permodalan minimal suatu bank terpenuhi? Atau pertanyaan-pertanyaan lain terkait pengawasan Bank Indonesia dan BAPEPAM-LK yang lemah terhadap aktifitas bank century sebelum bailout? Apakah ada peraturan-peraturan yang dilanggar dalam proses penyelamatan century? Lalu terkait laporan BPK dan PPATK terkait dengan aliran dana dan transaksi yang mencurigakan? Dan juga yang tak boleh dilupakan adalah pertanyaan publik terkait bukti rekaman percakapan Budi Sampoerna—pemilik dana pihak ketiga terbesar Bank Century, sekitar Rp 2 triliun—dan mantan Kabareskrim POLRI, Komjen Susno Duadji? Semua pertanyaan ini harus segera dijelaskan dan dipertanggungjawabkan kepada publik agar tak timbul efek bola salju yang pada akhirnya akan mendeligitimasi pemerintahan SBY-Boediono yang baru berjalan seumur jagung. 

Tiga skenario kekhawatiran Ada tiga skenario kekhawatiran yang sangat mendasar dari kasus bailout Bank Century ini. Pertama, pemerintah SBY-Boediono lamban merespon pertanyaan-pertanyaan publik mengenai bailout Century dan membongkar kasus ini, hal ini ditandai salahsatunya oleh lambanya PPATK mengungkap aliran dana. Kedua, panitia angket Century yang sudah terbentuk di DPR RI akan sama nasibnya dengan panitia-panitia angket sebelumnya yang tak jelas hasilnya, sehingga kasus ini akan mengulangi tragedi BLBI tahun 1998. Ketiga, seandainya saja memang terbukti ada penumpang-penumpang gelap (free riders) yang menikmati dana talangan (bailout) Century, maka kekhawatiran selanjutnya adalah kasus ini akan mandeg tanpa kejelasan di lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan atau bahkan KPK.
Kesimpulannya adalah jika kasus Century ini akhirnya sesuai dengan tiga skenario kekhawatiran di atas, maka benarlah bahwa hari ini korupsi telah menyandera negara (state capture corruption). 

Menurut Transparasi Internasional, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakank kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Amien Rais (2008) menjelaskan bahwa korupsi yang paling berbahaya adalah state capture corruption atau state-hijacked corruption yakni korupsi yang menyandera negara. Kekuasaan negara yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif secara sadar dan tidak, telah melakukan korupsi yang paling besar dan paling berbahaya karena yang dipertaruhkan adalah kedaulatan ekonomi, politik, bahkan kedaulatan pertahanan keamanan bangsa Indonesia. 

http://agoratelegraph.com/
Komitmen Presiden dan ‘social movement’ Ada sebuah harapan dan mimpi besar bahwa pemimpin negeri ini benar-benar berkomitmen untuk memberantas seluruh kasus korupsi di Indonesia. Presiden SBY harus benar-benar membuktikan seminimal-minimalnya terhadap 60-an persen pemilihnya bahwa pemerintahan dibawah kendalinya benar-benar berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang adil. Strong and clean leadership Presiden menjadi penentu arah penyelesaian kasus Century dan korupsi lainnya di Indonesia. 

Berharap keadilan hukum benar–benar ditegakan adalah harga mati dalam penyelesaian kasus Century dan kasus-kasus korupsi lainnya. Jangan sampai hukum seperti sebuah pisau yang lancip ke bawah tumpul ke atas dimana hukum benar-benar ditegakan untuk rakyat miskin biasa yang melakukan kesalahan dan sebaliknya tidak benar-benar ditegakan untuk para pemegang modal dan para penguasa yang masih terus berkuasa di hadapan hukum.  Lalu dimanakah peranan masyarakakat diluar lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif? Pengawasan seluruh elemen masyarakat baik dari seluruh mahasiswa, akademisi, media massa, termasuk sebenarnya pihak tertinggi perguruan tinggi juga mesti turut bersuara untuk menunjukan bahwa elemen diluar lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif bisa menjadi sebuah gerakan sosial yang berdaulat dalam mengawasi jalannya proses penegakan hukum terkait masalah Century dan kasus-kasus korupsi lainnya. Lalu, jika kasus Century dan kasus korupsi lainnya tidak terbongkar atau bahkan tak jelas penyelesaiannya maka gerakan sosial bisa saja mengulangi sejarah turunnya Presiden Soeharto pada 1998 silam. Wallahua’lam. (Republika Yogyakarta, April 2010)

Monday 13 January 2014

Indonesia: l’histoire se repete

Garuda Hitam Putih (Desain Pribadi)

Membangun kesadaran historis adalah belajar dari sejarah masa lalu. Sejarah mencatat bahwa dahulu bumi Nusantara adalah bangsa dengan perdagangan maju yang ditandai oleh bandar-bandar yang ramai disinggahi para pedagang dari luar yang berdagang beras, lada, garam, gading timah dan lainnya yang diimbangi oleh armada laut yang kuat dengan wilayah luas hingga ke Semenanjung Melayu, Tumasik atau Singapura dan kepulauan Filipina. Nusantara dikenal melalui Kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Patih Gadjah Mada. Jaman Majapahit adalah sejarah jaman keemasan Nusantara masa lalu  (Sutrisno, 2008:24).
Jauh sebelum itu, Arysio Santos (2010) seorang Geolog dan Fisikawan Nuklir Brazil menyimpulkan hasil penelitian selama 30 tahun bahwa Indonesia dahulunya adalah sebuah peradaban besar yang bernama Atlantis, sebuah peradaban yang berada di kawasan tropis pada zaman es Pleistosen berlimpah sumber daya alam seperti timah, tembaga, seng, perak, emas, berbagai macam buah-buahan, padi, rempah-rempah, gajah raksasa, hutan dengan berbagai jenis pohon, sungai, danau dan saluran irigasi. Setidaknya ada 2 pelajaran penting dalam membangun kesadaran historis. Pertama, membangun kebanggaan akan fakta sejarah bahwa bangsa Indonesia pernah berjaya di masa lalu, dan sejarah itu memiliki pola berulang, karena l’histoire se repeteKedua,  seperti kata Bung Karno for a fighting nation, there is no journey’s end. Kejayaan sebuah bangsa berbanding lurus dengan kualitas dan semangat perjuangan manusia Indonesia. Pesannya, “Saudaraku. Kita mesti berbuat sesuatu. Betapapun sukarnya itu.” (Taufik Ismail, 2008:5). Sekalipun Kita mungkin tidak akan pernah benar-benar menyelesaikannya (Darwin Saleh, 2011).  
Lalu bagaimanakah cermin Indonesia pada masa kini? Meminjam pendapat seorang ekonom asal Inggris, Profesor Dudley Seers (1973) yang mengatakan bahwa keberhasilan sebuah Negara khususnya dibidang ekonomi dapat diukur melalui jawaban atas beberapa pertanyaan berikut: What has been happening to provertyWhat has been happening to unemploymentWhat has been to inequality? Setidaknya data BPS (2013) menggambarkan 3 pekerjaan rumah pembangunan ekonomi Indonesia ketika masih ada 28,07 juta jiwa penduduk miskin, 7,39 juta jiwa pengangguran dengan tingkat ketimpangan di Indonesia yang mencapai 0,41. 
Bagi Ahmad Syafii Maarif (2008), setidaknya ada tiga minus yang substansial. Pertama, jumlah rakyat miskin yang masih cukup tinggi. Hal ini dibuktikan adanya piramida kaya-miskin dimana ada segelintir manusia kaya dengan penghasilan 1-3 miliar per bulan, sementara di posisi terbawah terbentanglah lautan kemiskinan yang luas, tanpa penghasilan. Kedua, semakin mengguritanya laku korupsi di kalangan elite birokrasi dan perusahaan dari tingkat atas sampai tingkat bawah, plus kerusakan lingkungan yang parah. Ketiga, minus ketiga ini dapat dilihat di kancah politik yang sekarang sedang dijadikan mata pencaharian.
Membayangkan Indonesia masa mendatang adalah Indonesia tanpa kemiskinan pengangguran dan ketimpangan ekonomi. Namun untuk menuju ke arah sana, maka dengan meminjam istilah Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahwa sebuah bangsa besar harus mengikuti alur sejarah “continuity and change” yang terdiri dari masa lalu, masa kini dan masa depan. Sehingga kondisi ideal membayangkan masa depan sebuah bangsa harus dimulai dengan adanya perpaduan kesadaran historis, kesadaran realistik, dan kesadaran futuristik, seakan membentuk segitiga utuh.
             Lalu setelah membangun kesadaran historis dan realistik, what next? Membangun kesadaran tersebut harus didahului dengan membangun fondasi ekonomi. Intinya adalah bahwa pada tahap awal perjalanannya masyarakat berpenghasilan rendah, tertutup dan belum demokratis seyogyanya memusatkan upayanya pada pembangunan ekonomi lebih dahulu (Barro, 2002).  Menurut Boediono (2007) berdasarkan PPP-dolar  pendapatan per kapita Indonesia diperkirakan sekitar 4000 dolar sedangkan batas kritis bagi demokrasi sekitar 6600 dolar. Kita belum 2/3 jalan menuju batas aman bagi demokrasi. Artinya masih menurut Boediono (2007) bahwa tugas bangsa Indonesia adalah harus berhasil menumbuhkan ekonomi dengan 7% setahun, maka dengan laju pertumbuhan penduduk 1,2% setahun pendapatan per kapita kita akan tumbuh dengan sekitar 5,8% setahun.
Lalu bagaimanakah upaya mencapai target tersebut? Menurut penulis ada 3 langkah untuk mencapainya dalam tahun-tahun mendatang: [1] Sinergisitas para pelaku ekonomi. [a] PemerintahChina dan Rusia setidaknya saat ini mewakili negara dengan peran pemerintah yang kuat dan berhasil di dalam perekonomian tercermin dalam PDB nasional. Namun tidak semua negara dengan peran politik pemerintah yang dominan berhasil di dalam perekonomian. Sebagai contoh Indonesia pada masa demokrasi terpimpin 1959-65, secara politik begitu ditakuti oleh bangsa lain namun secara ekonomi tidak begitu menggembirakan, inflasi lepas kendali sehingga harga-harga mahal dan produksi nasional merosot. Masa Orde Baru, 1966-98, walaupun pendapatan per kapita meningkat dari sekitar hanya USD 70 pada pertengahan 1960an menjadi lebih dari USD 1000 pada pertengahan 1990an, namun dibalik itu semua terjadi kekurangan dalam hal penegakan hukum, maraknya KKN, dan kebebasan bermasyarakat (demokrasi) hingga dipenghujung tahun 1998, Orde Baru tumbang. Indonesia saat ini membutuhkan pemerintahan yang bersih, pemimpin yang berwibawa di mata hukum dan bebas aktif di mata dunia. 
[b] Masyarakat. Masyarakat atau civil society atau dalam bahasa Boediono (2009) adalah kelompok pembaharu yang merupakan salah satu aktor penting dalam membangun fondasi demokrasi ekonomi. Fahri Hamzah (2010) mengatakan bahwa masyarakat sipil diperlukan bagi kehidupan negara yang demokratis, sebab kekuatan negara tanpa kontrol akan berbahaya bahkan dapat menimbulkan despotisme. Kaum Samurai di Jepang diidentikan sebagai kelompok transformasi atau pembaharu. Sejarah bangsa Indonesia, kelompok pembaharu berdatangan dari berbagai latar belakang namun itu semua didominasi oleh kelompok terdidik setidaknya ini tergambar pada tahun tahun sebelum zaman kemerdekaan. Kaum Boedi Oetomo 1908 yang menjadi tonggak kebangkitan nasional adalah para kaum terdidik, begitu juga dengan Sumpah pemuda 1928 di-design oleh anak-anak muda terdidik, hingga proklamasi kemerdekaan yang didominasi oleh kaum pembaharu terdidik seperti Soekarno dan Hatta. Kesimpulan sederhananya adalah bahwa motor penggerak sebuah bangsa juga diawali oleh pergerakan dan perjuangan para kaum pembaharu terdidik yang partisipasinya harus dibuka dengan perbaikan akses pendidikan dan demokrasi. [c] WirausahaBusiness is the heart of economic development (Blakely, 1994). Para business man atau wirausahawan juga merupakan pelaku penting di dalam membangun masa depan Indonesia mendatang khususnya dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Setidaknya menurut Ir Ciputra bangsa Indonesia membutuhkan sedikitnya 2% pengusaha dari total penduduk. Baik asing maupun pribumi, semuanya aktor penting asalkan fair trade.
[2] Stabilisasi moneter, fiskal dan riil. Krisis subprime mortgage menambah daftar panjang catatan krisis ekonomi yang berawal dari sektor keuangan. Roy Davies dan Glyn Davies (2006) dalam bukunya “a history of money from ancient times to the present day” mengatakan bahwa sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 krisis ekonomi yang kesemuanya adalah krisis keuangan (moneter). Di mulai sejak tahun 1907 dimana krisis ekonomi berawal dari krisis perbankan di New York, berlanjut di tahun 1930 great depression yang berbarengan dengan the great crash di pasar modal New York hingga krisis 1998 dan 2008. Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa terjadi market failure
 Hal ini mengingatkan kembali akan ide besar ekonom John Maynerd Keynes dan para Keynesian yang percaya bahwa pemerintah memiliki andil besar di dalam mengembalikan stabilitas perekonomian. Keynesian percaya bahwa pasar tidak bisa dibiarkan begitu saja untuk mencari keseimbangan, perlu ada peran pemerintah di dalam perekonomian. Keynesian tidak mempercayai bahwa in the long run akan tercipta equilibrium baru sesuai mekanisme pasar yang berlaku. Bahkan kalimat terkenal yang keluar dari Keynes menggambarkan sikap skeptis Keynesian terhadap keyakinan Klasik, yaitu “in the long run we are all dead”.
Namun, pemerintah pun dapat melakukan kesalahan (government failure) seperti halnya mekanisme pasar. Sejarah tahun 1930-an, ketika agregat demand tidak tercapai dan pengangguran masih terus merangkak naik, sehingga sekitar tahun 1950 hingga 1960-an Margareth Thatcher dan Ronald Reagen mempopulerkan slogan liberalismenya: TINA (there is no alternative), dan menganggap pemerintah sebagai faktor penghambat perbaikan stabilitas perekonomian. Bangsa yang besar adalah bangsa yang belajar dari sejarah bangsanya maupun bangsa lain. Negara Indonesia, dalam hal ini pemerintah melalui kebijakan fiskalnya (APBN/D) dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di negeri ini harus bersinergi merumuskan langkah-langkah terbaik untuk membangun perekonomian. Stabilitas yang dilakukan haruslah bertujuan untuk menyelamatkan dan memperkuat sektor rill dalam bingkai stabilisasi fiskal-moneter dengan agenda utama reformasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perizinan, perpajakan, anggaran dan sektor keuangan.
[3] Reformasi law and orderthe rules of the game, dan policy consistency. Tiga hal ini dapat dirangkum menjadi sebuah istilah pendekatan baru di bidang ekonomi yakni institutional economicsInstitutional economics merupakan standing point untuk mendukung upaya membangun fondasi ekonomi Indonesia. World Bank (2002) mendefinisikan institusi sebagai aturan-aturan atau prosedur yang mengatur bagaimana agen (orang) berinteraksi dan organisasi-organisasi yang menerapkan aturan-aturan dan kode etik tersebut dapat mencapai hasil yang dikehendaki.
Institusi sendiri secara umum digolongkan menjadi dua jenis, yaitu institusi formal dan informal. Institusi formal termasuk aturan-aturan yang dituangkan ke dalam undang-undang dan peraturan oleh pemerintah, aturan-aturan yang disusun dan diadopsi oleh institusi swasta, dan organisasi-organisasi publik dan swasta yang bergerak di bawah undang-undang dasar. Institusi formal yang seringkali berada di luar sistem legal mencerminkan aturan-aturan tidak tertulis seperti perilaku sosial, seperti norma-norma, dan sanksi sosial (Arsyad, 2008).
North (1994:360; Yustika:34) mengartikan kelembagaan sebagai aturan-aturan yang membatasi perilaku menyimpang manusia (humanly devised) untuk membangun struktur interaksi politik, ekonomi, dan sosial. North sendiri membagi kelembagaan menjadi tiga komponen: institusi formal (formal institution), institusi informal (informal institution), dan mekanisme penegakan (enforcement mechanism). Hasil studi Chong dan Zanforling (2004) menyatakan bahwa kualitas dari kelembagaan akan mempengaruhi kinerja ekonomi secara signifikan.[1] []

Sumber Inspirasi

Armstrong, Harvey & Jim Taylor. 1993. Regional Economics and Policy. Second Edition. London: Harvester Wheatsheaf
Arsyad, Lincolin. 2008. Lembaga Keungan Mikro: Institusi, Kinerja, dan Sustainabilitas. Yogyakarta: Penerbit Andi
Barro, Robert J. 2002. Nothing Sacred. The MIT Press: Cambridge.
Blakely, Edward J. 1994. Planning Local Economic Development: Theory and Practice. Second Edition. US: Sage Production
Boediono, 2007. Dimensi Ekonomi-Politik Pembangunan Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia Mau ke Mana? Kumpulan Esai Ekonomi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Freedom Institute
Hamzah, Fahri. 2010. Negara, Pasar dan Rakyat: Pencarian Makna, Relevansi dan Tujuan. Jakarta: Faham Indonesia
Hertz, Noreena. 2005. Perampok Negara. Yogyakarta: Alenia
Rais, Amien. 2008. Agenda-Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia. Yogyakarta: PPSK Press.
Sutrisno, 2008. Menuju Indonesia Pemain Utama Ekonomi Dunia, Yogyakarta: Graha Ilmu
Santos, Arysio. 2010. Atlantis: The Lost Continent Finally Found. Jakarta: Ufuk 
Ismail, Taufiq. 2008. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia: Seratus Puisi Taufiq Ismail. Jakarta: PT Cakrawala Budaya Indonesia
Maarif, Ahmad Syafii. 2008. Plus-Minus 63 Tahun Kemerdekaan Bangsa. Jakarta: Republika
Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan Strategi. Malang:  Bayu Media Publishing


[1]Dalam  Inward-Looking Policies, Institutions, Autocrats, and Economic Growth in Latin America: An Empirical Exploration. Alberto Chong dan Luisa Zanforlin Source. Public Choice, Vol. 121, No. 3/4 (Oct., 2004), pp. 335-361

Friday 10 January 2014

Wawancara Eksklusif


Diakhir pekan ini, Jumat, 10 Desember 2013, tim Kepotainment akhirnya bisa menemui Rizky Aliet untuk melakukan wawancara eksklusif. Ditemui dimeja kerjanya yang cukup luas sehingga tak layak untuk ukuran seorang staf seperti dirinya, Rizky Aliet bersedia diwawancarai meski diakuinya Dia tidak siap untuk menjadi orang terkenal lagi. Berikut petikan wawawancaranya:

Anda kerja disini?
Kepo bgt sih… Kenapa nggak percaya? Hehe… (tersenyum)….

Kerja sebagai apa?
Kata bos Saya, saya ini market analyst. Kerjanya ngumpulin data, sesekali survei dan analisis. Kalo ada yang mau bisnis kan mesti dilihat bagaimana potensi pasarnya, permintaannya bagus atau nggak, pesaingnya siapa aja.Ya kira-kira gitu kerjaan Saya.

Kok kerja Anda terlihat santai, teman-teman Anda bilang Anda malah sering online di facebook, memangnya nggak khawatir dibilang gak punya kerjaan?
Nggak. Memang perlu diakui kerja saya lebih santai dibandingkan rekan kerja saya yang lain. Hehe… Kewajiban Saya di perusahaan ini adalah membuat hasil ringkasan tentang satu tema market analysis dalam kertas A4 setiap bulannya, sekitar 5-10 halaman.

Cuma 5-10 halaman?
Iya benar. Tapi yang perlu diluruskan adalah bagaimana proses mengumpulkan data, tabulasi data dan olah data yang butuh waktu. Terlebih Saya harus memahami dulu alur dan tema cerita yang menjadi kewajiban tugas bulanan Saya. Jadi butuh banyak waktu untuk baca media online ataupun cetak. Harus sering baca report, hasil skripsi orang sampai analisis-analisis orang lain. Mungkin proses ini yang orang tidak kurang memahaminya.  

Apa saja tema yang sudah diangkat?
Cukup banyak, diantaranya hotel, perumahan, bengkel pesawat (MRO) dan penerbangan perintis.

Selain kerjaan anda sebagai market analyst, ada kerjaan yang lain?
Kalo tugas kantor tidak ada lagi, sebagai market analyst juga sudah cukup berat meski kadang sekedar mengetahui market dari permukaan saja. Tapi kalo kerjaan kantor sudah selesai Saya paling sering online sih, paling sering ya facebookan dan ngeblog, sesekali coba kirim tulisan ke media massa dan lomba.

Apa saja aktifitas Anda kalo facebookan?
Paling sering sih join diskusi di Forum Diskusi Suporter Indonesia. Ya sekedar ngikutin perkembangan sepakbola tanah air. Karena saya suka sepakbola nasional, terutama garuda muda garuda jaya U-19. Selain itu saya skrg buat grup Ayo Ikut, Ayo Ikut adalah grup pertemanan di facebook buat tempat berbagi informasi. Silakan berbagi informasi lomba, lowongan kerja, beasiswa, magang, seminar dan bisnis Anda!

Emangnya boleh ya facebookan di kantor Anda?
Saya kira kalo nggak ada larangan artinya boleh. Kalo ada larangan biasanya kan di block situsnya, tapi disini nggak tuh, facebookan boleh, youtube juga gak diblock… yg trptg kerjaan selesai sesuai waktu dan berkualitas...mungkin itu…

Anda juga blogger?
Belum layak sih disebut blogger. Saya baru aktif lagi ngeblog semenjak hampir 1-2 tahun vakum. Dulu saya lebih seneng posting tulisan, ide dan gagasan di facebook krn yg ngelike sama yang komen banyak. Tp kalo di blog cenderung sedikit… hehehe… tp skrg saya mikir, blog juga sama pentingnya kayak media jejaring sosial…

Kenapa nggak layak disebut blogger?
Ya karena sadar diri aja, kadang tulisan2 saya adalah tulisan2 pesanan proyek…

Maksud Anda?
Iya proyek2 lomba maksud Saya. Jadi kalo ada lomba baru nulis lagi… ya mungkin hampir 20% tulisan saya diblog buat kontes lomba…

Masih sempat ikut lomba?
Iya masih. Ya intinya kerjaan kantor selesai. Kalo ada waktu saya biasanya termotivasi untuk melakukan aktifitas yang lain khususnya ikut kontes tulisan… buat saya ikut kontes atau lomba begini banyak keuntungannya meski nggak juara2… (tertawa)… Kalo ikut kontes itu setidaknya tulisan dari ide dan gagasan Kita dibaca orang lain, melatih mental juga kalo menang biasa kalah juga biasa, ya syukur2 sih dapat hadiah. Tapi ya itu bukan tujuan utama, tujuan ke-3… (tertawa lagi)…..

Nggak takut dibilang ambisius?
Nggak. Biasa aja. Selama tidak ada larangan. Dan ini hal2 positif yang bisa Kita lakukan. Ini juga prinsipnya substitusi. Pasti ada yang kurang dalam hidup makannya kadang ini yang menutupinya. Lagipula ikut seperti ini cenderung punya efek positif meski terkesan sebagai penulis bayaran atau mungkin orang sering bilangnya ghost writter. Yang perlu dicatat adalah tulisan2 lomba tidak pernah mendominasi tulisan2 bebas diblog atau di catatan2 fb kok..... tp kan orang lain sering tidak melihat itu... 

Pernah menang?
Pernah Alhamdulillah, lumayan bisa memperbagus biodata ketika nilai2 raport sama IP kecil... (tertawa) Tp memang lebih seringan kalah sih… (tertawa lagi)…. Udah gak keitung berapa kali ikut kontes, dulu dari SMA mulainya… awalnya kalah….kalah..kalah..kalah..sekali menang abis itu kalah lagi,,kalah..kalah..menang…kalah lagi…dst… Namanya juga kompetisi… harus siap kalah dan menang…

Anda tetap akan terus ikut lomba walau skrg rada sibuk bekerja?
Yang pasti sih bukan ikut lomba. Tapi menulis. Kalo menulis Insya Allah akan terus, krn tulisan itu abadi meski saya suatu saat kontrak di dunia sudah habis. Tulisan saya juga banyak yang sekedar tulisan2 ringan. Kalo lomba, saya juga lihat2, temanya seperti apa, jumlah halaman dan lombanya itu sendiri, gratisan atau nggak… (tertawa)…

Apa resolusi Anda di 2014?
Kalo untuk urusan dunia saya pengen S2 sambil sertifikasi penilaian asset atau properti, tp skrg lg mikir, bayarnya pake apa… (tertawa)… trus pengen nyicil rumah sih.. sama terus menulis dan mungkin memulai bisnis kali ya… tp kalo urusan akhirat sih saya pengen tetap bisa mengabdi buat orang tua lagi mikir jg gimana caranya tetap bisa kasih uang bulanan ke orang tua, trus pengen buka tabungan haji, tp untuk urusan akhirat ini saya belum Pede… apalagi untuk jadi anak yang lebih baik dari hari ke hari…mohon doanya terus dari kawan-kawan semua.

Nggak pengen buat buku?

Kalo pengen sih pengen. Ada beberapa tema buku yang pengen ditulis. Dulu sempet nulis ttg loveeconomics tp nggak deh kayaknya terlalu berat krn nggak pede dg keilmuan economics diri sendiri. Kedua pengen nulis ttg business plan pake business model canvas. Tapi nggak lanjut juga krn nggak pede nulis bisnis krn nggak sukses berbisnis. Ketiga pengen juga nulis ttg Belajar Kehilangan, sebuah tema tulisan ttg orang2 yang pernah kehilangan, kehilangan orang tercinta, kehilangan harta, tahta, kehilangan penglihatan, dll, tp mereka tetap mampu bangkit lagi. Kayaknya bagus juga angkat cerita misal kayak sosok Dahlan Iskan yang transpalasi hati atau orang2 berkebutuhan khusus yang sukses dikemudian hari. Tapi kadang cuman ide, realisasi 0 besar. Banyak kendala... Pengen juga nulis buku tentang tokoh dalam angka, misal Jokowi dalam Angka, Risma dalam Angka, Ahmad Heryawan dalam Angka atau Ridwan Kamil dalam Angka... tapi.... hehe

Btw, sudah punya istri belum?
Sudah mbak. Istri saya namanya Adinda, cantik kan namanya, secantik orangnya… (senyum)

Wednesday 8 January 2014

Dino Patti Djalal: Satu Diaspora Indonesia*

Oleh Rizky Febriana

Kamis itu, tanggal 12 Desember 2013 adalah gelaran 8th MarkPlus Conference 2014 di Ballroom The Ritch-Carlton Jakarta yang mengangkat tema Marketing in The New New Indonesia, Managing Online/Offline Paradox. Saya hadir diacara itu, kebetulan mendapatkan tiket gratis dari perusahaan dimana saya bekerja saat ini sebagai market analyst. Meski tidak mendapatkan hot seat bagi 300 pre-registration dan terpaksa harus duduk dibaris paling belakang, saya sangat antusias dalam mengikuti rangkaian acara tersebut bersama 5000an peserta lain. Salah satu mata acaranya adalah penganugerahan Marketeer of The Year yang diselenggarakan oleh MarkPlus Inc, Asosiasi Marketing Indonesia (AMI) dan Marketer. Tahun ini giliran Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Arief Yahya, yang menyabet penghargaan sebagai Marketeer of The Year.
Ada hal lainnya yang menarik buat saya pada waktu penganugerahan Marketeer of The Year 2013 yakni ketika Dahlan Iskan selaku ketua komite juri dan Hermawan Kertajaya founder MarkPlus Inc menampilkan video profil-profil penerima Marketeer of The Year tahun-tahun sebelumnya dimana pada awal penyelenggaraan, di tahun 2006, penerima Marketeer of The Year adalah Dyonisius Betty dari Yamaha Motor Kencana Indonesia, selanjutnya di tahun 2007 diberikan kepada CEO dan Owner CT Group, Chairul Tanjung, lalu pada tahun 2008 Marketeer of The Year adalah Dirut Bank Rakyat Indonesia, Sofyan Basir, dan tahun 2009 adalah Dirut PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar. Untuk penghargaan 2010 diberikan kepada eks Dirut PLN, Dahlan Iskan, selanjutnya di tahun 2011 penghargaan diberikan kepada Executive Vice President Director Astra Honda Motor, Johannes Loman. Di tahun 2012 ternyata penghargaan tersebut diberikan kepada seorang Dino Patti Djalal yang waktu itu adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Dari semua penerima penghargaan Marketeer of The Year, saya sedikit bertanya dalam hati bagaimana bisa seorang Dino Patti Djalal menerima penghargaan tersebut pada tahun lalu? Karena jika diperhatikan para penerima Marketeer of The Year adalah mereka dengan latar belakang seorang pemimpin perusahaan. Karena selama ini saya hanya mengetahui pribadi seorang Dino Patti Djalal ketika sebagai Juru Bicara Kepresidenan Indonesia Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (21 Oktober 2004-22 Oktober 2009) hingga Jilid II (22 Oktober 2009-9 Agustus 2010), lalu ketika Dino Patti Djalal menjabat sebagai seorang Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat (10 Agustus 2010-20 November 2013) dan ketika Dino Patti Djalal menjadi salah satu peserta konvensi presiden dari Partai Demokrat. Meminjam istilah Arief Yahya, Dirut PT. Telkom Tbk, pasti pribadi seorang Dino Patti Djalal memiliki paradox marketing. Lantas paradox marketing apa yang dinilai oleh dewan juri Marketeer of The Year dari pribadi seorang Dino Patti Djalal yang waktu itu masih menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat?

Dino dalam Angka
Berbagai rilis media seperti detik[dot]com, Markplus Inc hingga youtube menjawab banyak rasa keingintahuan saya secara lebih mendalam tentang pribadi seorang Dino Patti Djalal. Ternyata bagi dewan juri Marketeer of The Year, yang patut dicatat dari prestasi seorang Dino Patti Djalal adalah keberhasilannya dalam memasarkan remarkable Indonesia secara mengesankan di luar negeri dengan menyelenggarakan berbagai acara seperti Kongres Diaspora Indonesia pertama dengan mengusung tema down to earth yang diadakan pada pertengahan 2012 di Los Angeles, Amerika Serikat dan dihadiri oleh lebih dari 2000 diaspora Indonesia yang datang dari sedikitnya 22 negara. Keberhasilan itu juga didukung oleh pernyataan seorang Indonesianis dari Emory University di Amerika Serikat, James Hoesterey yang mengatakan pada majalah "Marketeers" tahun lalu bahwa Duta Besar Dino Patti Djalal memainkan peran yang besar dalam memasarkan Indonesia dengan rebranding negaranya dan menggunakan motto Indonesia yang hyper, hybrid, and hip sebagai strategi dalam misi diplomatiknya. Kiranya tak berlebihan jika saya mengatakan bahwa seorang Dino Patti Djalal paham betul kata-kata Bung Karno bahwa nasionalisme harus hidup subur dalam taman sari internasionalisme, bukan nasionalisme sempit namun yang yang inklusif, yang adaptif, yang terbuka, yang plural.
            Dalam rilis resmi Kedutaan Besar Indonesia untuk Amerika Serikat dijelaskan bagaimana paradox marketing seorang Dino Patti Djalal selama bertugas sebagai Dubes. Seorang Dino Patti Djalal selalu menekankan tiga pertanyaan, baik kepada diri sendiri maupun para stafnya dalam berdiplomasi yakni what if, why not, dan what more. Diplomasi  memerlukan pendekatan yang luas dan terbuka. Untuk itu, prinsip hyper, hybrid, dan hip diperlukan. Hyper berarti berpikir atas sesuatu yang berbeda untuk diterapkan. Dengan kata  lain menemukan cara baru. Sementara Hybrid berarti melakukan sesuatu diluar kebiasaan umum dan Hip berarti menjangkau berbagai hal yang banyak diminati khususnya oleh kelompok muda. Dengan ketiga pendekatan tersebut, bukan saja memperluas kreatifitas dan inovasi program, namun semakin banyak pula mempopulerkan kegiatan dan ruang lingkup. Hasilnya, animo ketertarikan masyarakat AS terhadap Indonesia meningkat dan hubungan bilateral terjalin semakin erat diberbagai aspek dan lapisan pemangku kepentingan setempat.
            Sekedar contoh, sebagai seorang market analyst, Saya pribadi coba memberikan hipotesis sederhana kaitan seorang Dino Patti Djalal sebagai Dubes dengan ketertarikan masyarakat AS terhadap Indonesia khususnya dalam bidang pariwisata, ekonomi dan perdagangan yang saya rangkum semua dalam tag line “Dino dalam Angka”. Pertama, kunjungan wisatawan AS ke Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah kunjungan orang Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah 180.361 wisman, meningkat menjadi sekitar 204.275 di 2011 dan 212.851 di 2012. Meski per Oktober 2013 jumlahnya menurun menjadi 173.798 wisman, hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian AS dan global yang sedang berfluktuasi. Berdasarkan data Passenger Exit Survey (PES), Departemen Budaya dan Pariwisata RI, rata-rata wisatawan AS menghabiskan waktu di Indonesia selama tahun 2010-2012 adalah sekitar 10,55 hari dengan rata-rata pengeluarannya mencapai US$1473.
            Kedua, Penanaman Modal Asing (PMA) AS ke Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melansir PMA AS di Indonesia hingga Q3 2013 mencapai US$1,99  miliar atau sekitar 9,4% dari total PMA 2013. Jumlah ini meningkat dari US$1,2 miliar di 2012, US$1,4 miliar di 2011 dan US$0,93 miliar di 2010. Ketiga, Ekspor Indonesia ke AS. Data BPS menyebutkan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ketiga Indonesia setelah Jepang dan China. Kenaikan ekspor tahun 2010 dan 2011 mencapai 31,49% dan 15,37% sedangkan selama selama Januari–Desember 2012  ekspor Indonesia ke AS tercatat sebesar US$14,08 miliar dan hingga Oktober 2013 nilai ekspor Indonesia mencapai US$13,06 miliar. Ekspor Indonesia diantaranya adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk batik, Karet dan Produk Karet, Produk Perikanan & Makanan laut, karet dan produk karet, udang, furniture dan kopi.
Mungkin terkesan agak dipaksakan ketika mengajukan hipotesis sederhana Dino dalam Angka, meski memang diakui hal ini masih perlu diuji lebih mendalam termasuk faktor-faktor lain diluar pribadi seorang Dubes Dino Patti Djalal yang mungkin paling berpengaruh terhadap peningkatan wisman ke Indonesia, PMA AS di Indonesia ataupun ekspor Indonesia ke AS. Namun demikian hal ini tentu tidak mengurangi salah satu peran Dubes dalam paradox marketing tentang remarkable Indonesia. Satu hal lagi yang perlu sama-sama Kita catat adalah banyak peran dari Dino Patti Djalal yang tidak bisa dikuantitatifkan ke dalam angka-angka seperti kerjasama bilateral dalam hal pendidikan, sosial, kebudayaan, keamanan pertahanan, kesehatan dan lainnya. Tentu hal ini telah dibuktikan dengan penilaian masyarakat kepadanya atas gagasan-gagasannya melalui penghargaan-penghargaan nasional dan internasional seperti yang tertera dalam curriculum vitae dan juga tertuang di dalam surat terbukanya kepada diaspora Indonesia di AS pada Januari 2013 silam.

Keindonesiaan Dino Patti Djalal
Meski terlahir di Beograd Yugoslavia pada 1965 silam, ternyata pribadi seorang Dino Patti Djalal punya begitu banyak gagasan tentang Keindonesiaan. Selain piawai dalam menerjemahkan kata dan kerja SBY ke dalam sebuah buku dan komunikasi kepada publik, seorang Dino Patti Djalal juga memiliki gagasan-gagasan menarik sebagai anak bangsa yang juga patut Kita pelajari. Sebut saja gagasan diplomasinya tentang hybrid, hyper and hip; remarkable Indonesia; Diaspora Indonesia, Innovative Leaders Forum, Nasionalisme Unggul 4521; “Four Don’t”dan berbagai gagasan-gagasan lainnya.
Gagasan seorang Dino Patti Djalal dapat dilihat dari berbagai tulisan di media massa online, cetak, youtube termasuk melalui karya-karyanya yang dibukukan seperti Nasionalisme Unggul: Bukan Hanya Slogan (2013) dan lainnya. Salah satu gagasan yang menarik adalah gagasan tentang Nasionalisme Unggul 4521. Nasionalisme Unggul 4521 adalah suatu semangat, etos hidup, karakter bangsa, sekaligus resep sukses yang dapat membuat bangsa Indonesia melesat menjadi raksasa Asia. Di abad 21, merdeka saja tidak cukup, berdaulat saja tidak cukup, kita harus unggul di dalam, unggul di luar. Semangat 45, Unggul Abad 21. Menurut Dino Patti Djalal ada enam kriteria mencapai Indonesia Unggul yakni nasionalisme unggul, internasionalisme unggul, meritokrasi, regulasi pintar, pendidikan dan inovasi, leadhership (kepemimpinan).
Untuk itu semua, Dino Patti Djalal juga menyaratkan tentang Four Don’t! yang pernah disampaikan sesaat setelah menerima penghargaan sebagai Marketeer of The Year 2012.
1.      Jangan lewatkan kesempatan sejarah karena Kita tidak hidup pada masa lalu
2.    Jangan takut menghadapi dunia seperti halnya orang China yang tidak takut menghadapi globalisasi dunia karena Kita harus melihat dunia bukan sebagai tantangan melaikan sebagai sahabat, pasar dan kesempatan yang harus diraih.
3.    Jangan merasa belum menjadi negara yang besar. Negara Kita adalah negara besar meski belum menjadi yang terbaik karena masih tingginya corruption index, poor infrastructure dan adanya kekurangan jumlah entrepreneur dan inovator-inovator handal.
4.    Jangan lupa kekhasan Indonesia yang diakui sebagai bangsa yang memiliki kelembutan jiwa, keterbukaan, kreatif dan plural.

Itulah gagasan-gagasan seorang Dino Patti Djalal yang bisa dituliskan. Ya, meski kenalnya Saya kepada seorang Dino Patti Djalal masih sebatas di atas kertas seperti kenalnya seorang rakyat biasa kepada pemimpinnya. Namun saya rasa ini cukup buat saya, karena pribadi seorang Dino Patti Djalal ingin dikenal melalui gagasan-gagasanya bukan oleh popularitasnya. Meski demikian mungkin suatu saat tulisan ini dapat mengantarkan Saya untuk mengenal lebih dekat pribadi seorang Dino Patti Djalal… Walau sekedar kopi darat yang singkat… Entahlah…. []
           

            
           

            

Sunday 5 January 2014

Garuda Muda dan Masa Depan Indonesia*

Foto saya (paling kanan) dkk FDSI dalam Aksi Damai untuk Timnas AFF 2012

Oleh Rizky Febriana

Kita, hampir tidak mendapatkan jawaban apa yang bisa dibanggakan dari ke-Indonesia-an Kita? Kebanggaan yang bisa membuat kita terharu biru yang disana ada senyuman bersamaan dengan tangisan tanda kebanggaan. Lalu apa yang bisa dibanggakan ketika Indonesia Kita selalu diwarnai oleh kerusuhan antar etnis, tawuran genk motor, premanisme, korupsi, penistaan agama, bunuh diri, mabuk, judi, kekerasan rumah tangga, perceraian, penculikan, ketimpangan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran. Secara sadar ataupun tidak, inilah yang menghiasi detik-detik hidup Kita pada hari ini.
Namun ternyata kita masih bisa mendapatkan jawaban lain atas kebanggaan ke-Indonesia-an Kita. Kebanggaan itu bukan dari jumlah pulau kita yang menghilang satu per satu, bukan pula dari banyaknya suku bahasa dan budaya di Indonesia yang membuat Kita berperang satu dengan yang lainnya, bukan pula hilangnya kebanggaan berbahasa dan budaya yang diambil oleh negara lain, bukan pula dari jumlah TKI yang meningkat berbanding lurus dengan jumlah TKI yang disiksa, bukan pula dari jumlah koruptor yang semakin banyak dari hari kehari. Kebanggan itu ada ketika putra-putri bangsa ini bersaing dengan negara lain untuk memperebutkan posisi yang terbaik dengan cara-cara yang baik, ketika bendera merah putih berkibar dan Indonesia raya berkumandang dengan garuda di dada. Dan ternyata salah satu kebanggaan itu begitu sederhana….
Sore itu, 12 Oktober 2013, menjadi pertandingan paling menentukan siapa yang akan jadi juara grup G kualifikasi AFC Cup U-19 Myanmar 2014 antara Timnas U-19 melawan Korea Selatan. Antusiasme masyarakat tetap sama terhadap sepakbola nasional, tidak pernah berubah, penuh semangat, selalu ramai dan saya hanyalah 1 diantara sekitar 50 ribu penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno waktu itu. Dari sektor 17 kategori IV tribun atas, saya menjadi saksi bersama ratusan juta penduduk Indonesia lainnya bagaimana perjuangan Evan Dimas cs untuk lolos ke AFC Cup U-19 Myanmar begitu luar biasa. Ditengah guyuran hujan dan sikap inferior sebagian kita terhadap musuh, ternyata Indonesia mampu menang 3-2 mengalahkan sang juara bertahan AFC Cup U-19 untuk pertama kali sejak tahun 1975. Jika boleh berkata, hari itu adalah hari bersejarah bagi U-19, pecinta sepakbola nasional dan rakyat Indonesia karena kemenangan ke-3 beruntun tersebut mengantarkan Indonesia melaju ke Myanmar sebagai juara grup G.
Kemenangan ini melanjutkan tren positif anak asuh Coach Indra Sjafri di dua pertandingan sebelumnya vs Filipina (2-0), vs Laos (4-0). Kemenangan ini juga semakin menambah prestasi Garuda Jaya U-19 setelah sebelumnya mampu menjadi juara di AFF (Asean Football Federation) Cup U-19 tahun 2013 dan juara berturut-turut di turnamen HKFA (Hong Kong Football Asociaction) Youth Invitational Cup 2013 dan 2012. Bagi Kami, suporter pecinta Timnas, sangat setuju dengan pernyataan Coach Indra Sjafri sesaat setelah pertandingan tersebut, “Mulai sekarang, Indonesia adalah Macan Asia!”.   

3 Aktor Kemenangan
Setidaknya ada 3 aktor kemenangan dibalik Timnas U-19. Pertama adalah anak-anak muda yang dipanggil dengan nama Garuda Jaya, Evan Dimas cs. Usianya yang relatif muda, 17-18 tahun adalah boleh jadi merupakan cermin anak-anak muda Indonesia yang sesungguhnya. Sekiranya tidak berlebihan ketika mereka dikatakan mirip dengan anak-anak muda era sumpah pemuda 1928 atau era Rengas Dengklok 1945 atau era pemuda 1966 atau era pemuda 1998. Para pemuda yang digambarkan Bung Karno sebagai sosok unggul, pilihan, bergairah, bergelegak dan bergelora secara fisik, psikis, intelektual, serta sikap. Pemuda sosok superior, progresif, revolusioner dengan api berkobar-kobar dan bara spirit yang menyala-nyala. Evan Dimas cs begitu revolusioner, bergelora, progresif namun unggul sikap. Cetak gol sujud syukur, sebagai tanda tunduk kepada Sang Pencipta. Main bola dari kaki ke kaki, tiki-taka ala Barcelona, menandakan bahwa segala sesuatu itu butuh proses dan kerjasama. Setelah bertanding cium tangan, tanda bakti kepada orang yang lebih tua. Indonesia raya berkumandang, tangan mengepal diletakan dada, pertanda Indonesia di dadaku, Indonesia kebangganku.
Kedua adalah Coach Indra Sjafri dan jajaran staf pelatih, mulai dari assistant coachmatch analystmental advisor, dokter tim, physiotherapist hingga kit man. Saya pribadi tidak mengenal Coach Indra, apalagi Beliau yang sudah sangat pasti tidak mengenal saya. Saya hanya mengenalnya melalui situs jejaring sosial, facebook, yang kebetulan kami sudah berteman dan juga dari grup diskusi para supporter Indonesia, Forum Diskusi Suporter Indonesia. Di grup tersebut, bahkan kawan-kawan suporter yang lain sudah pernah kopdar (kopi darat) bertatap muka untuk sedikit berbincang tentang sepakbola Indonesia dengan Coach Indra jauh sebelum Coach Indra semakin terkenal. Sosok yang rela blusukan anti pemain titipan, itulah kesan Kami sebagai suporter. Maka tak heran jika banyak punggawa Garuda Jaya yang terlahir dari keluarga yang secara ekonomi [mohon maaf] mungkin di bawah rata-rata dan juga dari berasal dari pelosok negeri seperti Bireun Aceh, Alor NTT, wilayah Gunung Bintang Kalimantan hingga ujung timur dari pulau Papua. Pribadinya yang hangat mampu meyakinkan bahwa kebersamaan jauh lebih penting ketimbang tawaran iklan personal Rp300 juta kepada Evan Dimas atau kepada pemain lainnya. Pribadinya yang terbuka mendukung science & statistic dalam sepakbola sebut saja tentang VO2 Max atau data match analysis dari seorang Rudy Eka Priyambada (match analyst) dan para ahli sport science dari UNJ, UNM dan UNY. Pribadinya yang berpendirian dan konsisten pada akhirnya membawa Garuda Jaya semakin harum di mata pecinta sepakbola Indonesia. Dan Kami para suporter #menolaklupa ketika hampir saja Coach Indra digeser oleh pelatih Blanco akibat kisruh pengurus PSSI yang seolah tak pernah berujung.
Ketiga adalah suporter. Bill Shankly mantan pemain Liverpool pernah berujar "If you can't support us when we lose or draw, don't support us when we win.” Kata-kata itu kembali dipopulerkan oleh akun jejaring sosial yang diduga milik Ferdinand Sinaga sesaat setelah kegagalanya mengeksekusi tendangan di babak penalti final sepakbola Sea Games XXVI 2011 Jakarta melawan Malaysia yang akhirnya berkesudahan 4-3 untuk Malaysia, “Jika Kalian tidak bisa mendukung Kami disaat Kami kalah, maka jangan pernah ikut bersorak ketika Kami menang.” Bagi suporter, menang atau kalah, mereka tetap timnas dan dianggap seperti para pahlawan, terlebih jika juara. Untuk itu, pemain ke-13 dalam sepakbola juga merupakan aktor dibalik kesuksesan Timnas Garuda Jaya U-19. Maka tak heran Evan Dimas cs sangat berterimakasih kepada suporter Indonesia. Keberadaan suporter tidak hanya penting bagi pemain. Coba lihat bagaimana PSSI dan penyelenggara dengan mudah meraup keuntungan dari uang-uang suporter di setiap perhelatan sepakbola termasuk di AFF Cup U-19 di Sidoarjo-Gresik ataupun di penyisihan grup G AFC Cup U-19 di Jakarta pada 2013 lalu? Belum lagi dari penonton layar kaca, banyak perusahaan yang antri untuk mengiklankan produknya sementara stasiun televisi berebut hak siar, termasuk juga para politikus yang berlomba menarik simpati?

Karena Kita juga Garuda Muda…
Kegemilangan Garuda Muda Garuda Jaya a.k.a Timnas U-19 hanya sekelumit cerita bahwa Indonesia Bisa! Bisa maju, bisa mandiri, bisa bersaing dan bisa unggul ditengah kepesimisan sebagian orang terhadap masa depan ke-Indonesia-an Kita. Seperti pesan Bung Karno “for a fighting nation, there is no journey’s end!” atau seperti kata Carl Schurz (1872) “My country, right or wrong; if right, to be kept right; and if wrong, to be set right.” Kiranya tak berlebihan jika seorang Ben Anderson (2008), pengamat politik Indonesia, meyakini sejarah Indonesia adalah sejarah pergerakan kaum muda. Dalam setiap fase sejarah, kepemimpinan kaum muda adalah motor penggerak perubahan zaman. Ben Anderson mengatakan, “Akhirnya saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang ditentukan oleh kesadaran pemuda.” Maka masa depan Indonesia memang akan benar-benar ditakdirkan bagi anak-anak muda saat ini.
Untuk itu ada 3 nilai yang dapat direfleksikan dari skuat Garuda Muda, Garuda Jaya U-19. Kesatu, mimpi. Garuda Muda punya world cup dream, New Zealand U-20 2015. Dalam setiap kesempatan di wawancarai oleh media, Coach Indra selalu berkata “Semangat lolos piala dunia!”. Itu adalah mimpi besar, mimpi yang sama dengan para pecinta sepakbola nasional. L' Histoire se Repete, sejarah mungkin berulang! Siapa tahu Garuda Muda lolos ke New Zealand U-20 2015 dan jika itu terwujud maka hal ini mengulang sejarah The 1979 FIFA World Youth Championship dimana Indonesia mampu lolos ke Piala Dunia U-19 meski harus puas hanya menjadi juru kunci grup B di bawah Argentina, Polandia dan Yugoslavia dan gagal ke babak perempat final. Namun yang terpenting adalah mimpi terukur yang dimiliki oleh skuat Garuda Muda. Mimpi terukur adalah mimpi yang  memiliki visi misi dan harus jelas kapan ditargetkan akan tercapai. 2013 juara ASEAN, 2014 3 besar Piala Asia, 2015 lolos piala dunia. Lantas, apakah Kita anak-anak muda Indonesia masih memiliki mimpi seperti Evan Dimas cs atau seperti anak-anak generasi terdahulu (yang sekarang sudah menjadi orang tua) ketika ditanya oleh gurunya mereka selalu berebut menjawab dengan gagah berani “Aku ingin jadi dokter, kalau Aku ingin jadi pilot, Aku polisi, dan seterusnya….”
 Kedua, tidak inferior. Coach Indra Sjafri pernah bilang kepada media dan seluruh rakyat Indonesia sesaat sebelum pertandingan melawan Korsel di babak penyisihan grup G Piala Asia, “Jangan terlalu dibesar-besarkan tentang Korsel. Sampaikan pada Korsel Kami akan mengalahkan mereka di 12 Oktober 2013 nanti.” Ini urusan mental. Perkara hasilnya benar-benar mengalahkan Korsel itu anugerah atas kerja keras Garuda Muda. Mentalitas adalah 1 diantara 4 penilaian Coach Indra Sjafri terhadap skuat pilihannya selain skill, fisik dan teknik permainan. Begitu juga anak-anak muda Indonesia lainnya, mentalitasnya harus dilatih dan dijaga. Mentalitas tidak sombong di saat menang, mentalitas tidak mudah putus asa ketika kalah, mentalitas petarung, mentalitas pekerja keras harus dimiliki anak-anak muda seperti mentalitas anak-anak muda skuat Garuda Jaya.
Ketiga, 3 aktor kemenangan: anak-anak muda itu sendiri, orang tua dan suporter. Seperti halnya skuat Garuda Jaya yang terbilang sukses di usia mereka. Kita anak-anak muda lainnya juga memerlukan aktor-aktor lain untuk mendukung karir dan kesuksesannya. Selain Kita sendiri, dukungan orang tua dan lingkungan sangat dibutuhkan oleh Kita sebagai anak-anak muda. Orang tua dalam hal ini bisa orang tua dalam pengertian negara, guru (coach) ataupun orang tua dalam keluarga juga harus memberikan teladan. Sedangkan lingkungan (suporter) yang diartikan sebagai lingkungan pendidikan, agama, sosial kemasyarakatan dan ekonomi juga harus menjadi sarana yang mendukung bagi perkembangan dan kesuksesan anak-anak muda di masa depan dan juga untuk Indonesia yang lebih unggul dan bermartabat. []