Wednesday 8 January 2014

Dino Patti Djalal: Satu Diaspora Indonesia*

Oleh Rizky Febriana

Kamis itu, tanggal 12 Desember 2013 adalah gelaran 8th MarkPlus Conference 2014 di Ballroom The Ritch-Carlton Jakarta yang mengangkat tema Marketing in The New New Indonesia, Managing Online/Offline Paradox. Saya hadir diacara itu, kebetulan mendapatkan tiket gratis dari perusahaan dimana saya bekerja saat ini sebagai market analyst. Meski tidak mendapatkan hot seat bagi 300 pre-registration dan terpaksa harus duduk dibaris paling belakang, saya sangat antusias dalam mengikuti rangkaian acara tersebut bersama 5000an peserta lain. Salah satu mata acaranya adalah penganugerahan Marketeer of The Year yang diselenggarakan oleh MarkPlus Inc, Asosiasi Marketing Indonesia (AMI) dan Marketer. Tahun ini giliran Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Arief Yahya, yang menyabet penghargaan sebagai Marketeer of The Year.
Ada hal lainnya yang menarik buat saya pada waktu penganugerahan Marketeer of The Year 2013 yakni ketika Dahlan Iskan selaku ketua komite juri dan Hermawan Kertajaya founder MarkPlus Inc menampilkan video profil-profil penerima Marketeer of The Year tahun-tahun sebelumnya dimana pada awal penyelenggaraan, di tahun 2006, penerima Marketeer of The Year adalah Dyonisius Betty dari Yamaha Motor Kencana Indonesia, selanjutnya di tahun 2007 diberikan kepada CEO dan Owner CT Group, Chairul Tanjung, lalu pada tahun 2008 Marketeer of The Year adalah Dirut Bank Rakyat Indonesia, Sofyan Basir, dan tahun 2009 adalah Dirut PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar. Untuk penghargaan 2010 diberikan kepada eks Dirut PLN, Dahlan Iskan, selanjutnya di tahun 2011 penghargaan diberikan kepada Executive Vice President Director Astra Honda Motor, Johannes Loman. Di tahun 2012 ternyata penghargaan tersebut diberikan kepada seorang Dino Patti Djalal yang waktu itu adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Dari semua penerima penghargaan Marketeer of The Year, saya sedikit bertanya dalam hati bagaimana bisa seorang Dino Patti Djalal menerima penghargaan tersebut pada tahun lalu? Karena jika diperhatikan para penerima Marketeer of The Year adalah mereka dengan latar belakang seorang pemimpin perusahaan. Karena selama ini saya hanya mengetahui pribadi seorang Dino Patti Djalal ketika sebagai Juru Bicara Kepresidenan Indonesia Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (21 Oktober 2004-22 Oktober 2009) hingga Jilid II (22 Oktober 2009-9 Agustus 2010), lalu ketika Dino Patti Djalal menjabat sebagai seorang Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat (10 Agustus 2010-20 November 2013) dan ketika Dino Patti Djalal menjadi salah satu peserta konvensi presiden dari Partai Demokrat. Meminjam istilah Arief Yahya, Dirut PT. Telkom Tbk, pasti pribadi seorang Dino Patti Djalal memiliki paradox marketing. Lantas paradox marketing apa yang dinilai oleh dewan juri Marketeer of The Year dari pribadi seorang Dino Patti Djalal yang waktu itu masih menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat?

Dino dalam Angka
Berbagai rilis media seperti detik[dot]com, Markplus Inc hingga youtube menjawab banyak rasa keingintahuan saya secara lebih mendalam tentang pribadi seorang Dino Patti Djalal. Ternyata bagi dewan juri Marketeer of The Year, yang patut dicatat dari prestasi seorang Dino Patti Djalal adalah keberhasilannya dalam memasarkan remarkable Indonesia secara mengesankan di luar negeri dengan menyelenggarakan berbagai acara seperti Kongres Diaspora Indonesia pertama dengan mengusung tema down to earth yang diadakan pada pertengahan 2012 di Los Angeles, Amerika Serikat dan dihadiri oleh lebih dari 2000 diaspora Indonesia yang datang dari sedikitnya 22 negara. Keberhasilan itu juga didukung oleh pernyataan seorang Indonesianis dari Emory University di Amerika Serikat, James Hoesterey yang mengatakan pada majalah "Marketeers" tahun lalu bahwa Duta Besar Dino Patti Djalal memainkan peran yang besar dalam memasarkan Indonesia dengan rebranding negaranya dan menggunakan motto Indonesia yang hyper, hybrid, and hip sebagai strategi dalam misi diplomatiknya. Kiranya tak berlebihan jika saya mengatakan bahwa seorang Dino Patti Djalal paham betul kata-kata Bung Karno bahwa nasionalisme harus hidup subur dalam taman sari internasionalisme, bukan nasionalisme sempit namun yang yang inklusif, yang adaptif, yang terbuka, yang plural.
            Dalam rilis resmi Kedutaan Besar Indonesia untuk Amerika Serikat dijelaskan bagaimana paradox marketing seorang Dino Patti Djalal selama bertugas sebagai Dubes. Seorang Dino Patti Djalal selalu menekankan tiga pertanyaan, baik kepada diri sendiri maupun para stafnya dalam berdiplomasi yakni what if, why not, dan what more. Diplomasi  memerlukan pendekatan yang luas dan terbuka. Untuk itu, prinsip hyper, hybrid, dan hip diperlukan. Hyper berarti berpikir atas sesuatu yang berbeda untuk diterapkan. Dengan kata  lain menemukan cara baru. Sementara Hybrid berarti melakukan sesuatu diluar kebiasaan umum dan Hip berarti menjangkau berbagai hal yang banyak diminati khususnya oleh kelompok muda. Dengan ketiga pendekatan tersebut, bukan saja memperluas kreatifitas dan inovasi program, namun semakin banyak pula mempopulerkan kegiatan dan ruang lingkup. Hasilnya, animo ketertarikan masyarakat AS terhadap Indonesia meningkat dan hubungan bilateral terjalin semakin erat diberbagai aspek dan lapisan pemangku kepentingan setempat.
            Sekedar contoh, sebagai seorang market analyst, Saya pribadi coba memberikan hipotesis sederhana kaitan seorang Dino Patti Djalal sebagai Dubes dengan ketertarikan masyarakat AS terhadap Indonesia khususnya dalam bidang pariwisata, ekonomi dan perdagangan yang saya rangkum semua dalam tag line “Dino dalam Angka”. Pertama, kunjungan wisatawan AS ke Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah kunjungan orang Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah 180.361 wisman, meningkat menjadi sekitar 204.275 di 2011 dan 212.851 di 2012. Meski per Oktober 2013 jumlahnya menurun menjadi 173.798 wisman, hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian AS dan global yang sedang berfluktuasi. Berdasarkan data Passenger Exit Survey (PES), Departemen Budaya dan Pariwisata RI, rata-rata wisatawan AS menghabiskan waktu di Indonesia selama tahun 2010-2012 adalah sekitar 10,55 hari dengan rata-rata pengeluarannya mencapai US$1473.
            Kedua, Penanaman Modal Asing (PMA) AS ke Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melansir PMA AS di Indonesia hingga Q3 2013 mencapai US$1,99  miliar atau sekitar 9,4% dari total PMA 2013. Jumlah ini meningkat dari US$1,2 miliar di 2012, US$1,4 miliar di 2011 dan US$0,93 miliar di 2010. Ketiga, Ekspor Indonesia ke AS. Data BPS menyebutkan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ketiga Indonesia setelah Jepang dan China. Kenaikan ekspor tahun 2010 dan 2011 mencapai 31,49% dan 15,37% sedangkan selama selama Januari–Desember 2012  ekspor Indonesia ke AS tercatat sebesar US$14,08 miliar dan hingga Oktober 2013 nilai ekspor Indonesia mencapai US$13,06 miliar. Ekspor Indonesia diantaranya adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) termasuk batik, Karet dan Produk Karet, Produk Perikanan & Makanan laut, karet dan produk karet, udang, furniture dan kopi.
Mungkin terkesan agak dipaksakan ketika mengajukan hipotesis sederhana Dino dalam Angka, meski memang diakui hal ini masih perlu diuji lebih mendalam termasuk faktor-faktor lain diluar pribadi seorang Dubes Dino Patti Djalal yang mungkin paling berpengaruh terhadap peningkatan wisman ke Indonesia, PMA AS di Indonesia ataupun ekspor Indonesia ke AS. Namun demikian hal ini tentu tidak mengurangi salah satu peran Dubes dalam paradox marketing tentang remarkable Indonesia. Satu hal lagi yang perlu sama-sama Kita catat adalah banyak peran dari Dino Patti Djalal yang tidak bisa dikuantitatifkan ke dalam angka-angka seperti kerjasama bilateral dalam hal pendidikan, sosial, kebudayaan, keamanan pertahanan, kesehatan dan lainnya. Tentu hal ini telah dibuktikan dengan penilaian masyarakat kepadanya atas gagasan-gagasannya melalui penghargaan-penghargaan nasional dan internasional seperti yang tertera dalam curriculum vitae dan juga tertuang di dalam surat terbukanya kepada diaspora Indonesia di AS pada Januari 2013 silam.

Keindonesiaan Dino Patti Djalal
Meski terlahir di Beograd Yugoslavia pada 1965 silam, ternyata pribadi seorang Dino Patti Djalal punya begitu banyak gagasan tentang Keindonesiaan. Selain piawai dalam menerjemahkan kata dan kerja SBY ke dalam sebuah buku dan komunikasi kepada publik, seorang Dino Patti Djalal juga memiliki gagasan-gagasan menarik sebagai anak bangsa yang juga patut Kita pelajari. Sebut saja gagasan diplomasinya tentang hybrid, hyper and hip; remarkable Indonesia; Diaspora Indonesia, Innovative Leaders Forum, Nasionalisme Unggul 4521; “Four Don’t”dan berbagai gagasan-gagasan lainnya.
Gagasan seorang Dino Patti Djalal dapat dilihat dari berbagai tulisan di media massa online, cetak, youtube termasuk melalui karya-karyanya yang dibukukan seperti Nasionalisme Unggul: Bukan Hanya Slogan (2013) dan lainnya. Salah satu gagasan yang menarik adalah gagasan tentang Nasionalisme Unggul 4521. Nasionalisme Unggul 4521 adalah suatu semangat, etos hidup, karakter bangsa, sekaligus resep sukses yang dapat membuat bangsa Indonesia melesat menjadi raksasa Asia. Di abad 21, merdeka saja tidak cukup, berdaulat saja tidak cukup, kita harus unggul di dalam, unggul di luar. Semangat 45, Unggul Abad 21. Menurut Dino Patti Djalal ada enam kriteria mencapai Indonesia Unggul yakni nasionalisme unggul, internasionalisme unggul, meritokrasi, regulasi pintar, pendidikan dan inovasi, leadhership (kepemimpinan).
Untuk itu semua, Dino Patti Djalal juga menyaratkan tentang Four Don’t! yang pernah disampaikan sesaat setelah menerima penghargaan sebagai Marketeer of The Year 2012.
1.      Jangan lewatkan kesempatan sejarah karena Kita tidak hidup pada masa lalu
2.    Jangan takut menghadapi dunia seperti halnya orang China yang tidak takut menghadapi globalisasi dunia karena Kita harus melihat dunia bukan sebagai tantangan melaikan sebagai sahabat, pasar dan kesempatan yang harus diraih.
3.    Jangan merasa belum menjadi negara yang besar. Negara Kita adalah negara besar meski belum menjadi yang terbaik karena masih tingginya corruption index, poor infrastructure dan adanya kekurangan jumlah entrepreneur dan inovator-inovator handal.
4.    Jangan lupa kekhasan Indonesia yang diakui sebagai bangsa yang memiliki kelembutan jiwa, keterbukaan, kreatif dan plural.

Itulah gagasan-gagasan seorang Dino Patti Djalal yang bisa dituliskan. Ya, meski kenalnya Saya kepada seorang Dino Patti Djalal masih sebatas di atas kertas seperti kenalnya seorang rakyat biasa kepada pemimpinnya. Namun saya rasa ini cukup buat saya, karena pribadi seorang Dino Patti Djalal ingin dikenal melalui gagasan-gagasanya bukan oleh popularitasnya. Meski demikian mungkin suatu saat tulisan ini dapat mengantarkan Saya untuk mengenal lebih dekat pribadi seorang Dino Patti Djalal… Walau sekedar kopi darat yang singkat… Entahlah…. []
           

            
           

            

6 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Terimakasih Rizka. Ayo ikut lombanya masih ada kesempatan, apalagi dirimu anak HI UGM.. :D

      Delete
    2. Ternyata saya punya 2 gmail... xixixixi... :D

      Delete