Terhitung memasuki usianya yang ke-44 tahun, berbagai ide kreatif yang dilakukan oleh pihak managemen pengelola untuk menjadikan kawasan Ancol sebagai kawasan wisata yang membanggakan bangsa Indonesia melalui Life Re-Creation dengan sajian hiburan berkualitas yang memiliki unsur seni, budaya dan pengetahuan ini kian hari kian nampak. Salahsatu langkah ide kreatif yang sangat cemerlang yakni dengan adanya pengembangan kawasan wisata berbasis lingkungan, dimana Ancol tidak melupakan unsure-unsur pelestarian alam di dalam pengembangan wisatanya disamping core business yang utama yakni sebagai tempat hiburan dengan berbagai permainan modern.
Pengembangan wisata berbasis lingkungan ini dapat dilihat dari beberapa program yang sudah ada di Ancol seperti program Ancol Sayang Lingkungan, Ancol Zero Waste dan juga langkah yang bisa dibilang berani untuk mengembangkan ecotourism adalah dengan ditutupnya ladang golf Ancol Taman Impian seluas 33,6 hektar mulai tanggal 24 Februari 2010 untuk digantikan dengan wahana Ecopark sebagai perpaduan dari konsep Blue and Green Ancol.
Program Ancol Sayang Lingkungan, Ancol Zero Waste dan Ecopark mungkin bisa dibilang sebagai awalan dari program program ecotourism yang sudah coba dibangun oleh Ancol sebagai daya tarik baru bagi para wisatawan, disamping itu juga sekaligus merupakan sebagai bagian dari tanggungjawab sosial (Corporate Social Responsibilty) Ancol kepada masyarakat sekitar dan juga sebagai bagian tanggung jawab Ancol terhadap pelestarian lingkungan disekitar kawasan maupun wilayah Jakarta secara keseluruhan.
Ancol Sayang Lingkungan misalnya telah lama membina penduduk sekitar dalam usaha pembuatan kompos dan produk produk daur ulang. Kompos kompos yang dihasilkan juga diserap untuk keperluan pelestarian kawasan Ancol, daur ulang sampah kertas dapat dijadikan tempat tisu, bingkai foto dan lainnya yang memiliki nilai jual. Sedangkan program Ecopark akan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan lingkungan keanekaragamaan hayati seperti taman flaura (floras kingdom), taman fauna (faunas kingdom) yang dilengkapi oleh fasilitas multifungsi untuk permainan petualangan di alam terbuka (human kingdom).
Program-program yang mengarah kepada ecotourism inilah yang akan membedakan Ancol dengan berbagai kawasan wisata di Singapura dengan Universal Studio dan Makao yang sukses karena adanya judi, atau kawasan Hongkong dan Tokyo dengan Disneyland. Program ecotourism ini akan menjadi kebanggaan nasional dan harus bisa dijadikan contoh untuk dikembangkan oleh berbagai pengelola objek wisata di Indonesia dengan menjadikan tempat wisata dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan alam.
Ecotourism-Trade-Investment
Saat ini, Ancol dengan berbagai wahana hiburannya sudah bisa disejajarkan dengan berbagai wahana permainan seperti Disney Land maupun wahana permainan lainnya di negera negara lain. Letak perbedaan yang akan membedakan Ancol dengan wahana hiburan lainnya adalah langkahnya di dalam membangun ecotourism sebagai core pariwisata lain disamping sarana hiburan yang sudah ada. Ecotourism ini juga merupakan langkah yang seiring sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGS) poin ke 7 yakni ensure environmental sustainability dimana Ancol dapat mengintegrasikan antara kebijakan lingkungan yang berkelanjutan dengan program program wisatanya.
Poin penting dari semua ini adalah bagaimana ecotourism Ancol juga harus dapat mengikuti arah perubahan pengelolaan Ancol yang tadinya sekedar local orientation menjadi berorientasi global, artinya ecotourism harus mampu diarahkan bahwa adanya program program wisata yang peduli terhadap lingkungan tidak serta merta merugikan Ancol secara hitung-hitungan ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan pengelolaan ecotourism Ancol dengan pola Ecotourism-Trade-Investment. Ecotourism diharapkan mampu mendorong pula proses perputaran ekonomi perdagangan (trade) dan pada akhirnya dapat mengundang investasi dalam dan luar negeri (investment) bagi Ancol dan Indonesia juga pada umumnya.
Ecotourism dapat mengundang traksaksi perdagangan telah dibuktikan melalui program Ancol Sayang Lingkungan dimana setiap produk yang dihasilkan seperti kompos maupun barang barang kerajinan daur ulang dapat diserap oleh pasar dan menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Pola Ecotourism-Trade-Investment ini tinggal diperluas misalnya dengan juga meningkatkan produksi produk daur ulang, produk go green sekaligus juga mempersiapkan pasar seperti pasar seni dalam bentuk kluster-kluster khusus untuk memudahkan wisatawan membeli produk produk tersebut. Atau misalnya lagi, proses pembuatan kompos dan produksi daur ulang sampah kertas dapat dijadikan objek wisata baru dimana setiap wisatawan yang hadir dapat belajar langsung cara pembuatan kompos dan daur ulang sampah kertas.
Kini mengarahkan ecotourism untuk dapat memiliki efek domino terhadap transaksi perdagangan (trade) dan juga mengundang investasi (investment) ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan: kondisi fisik, sarana dan prasarana, kondisi ekonomi sosial, dan kondisi budaya. Kondisi fisik, sarana dan prasarana sangat terkait dengan insfrastruktur untuk memperkuat program program ecotourism Ancol. Sedangkan kondisi ekonomi sosial dan budaya sangat berkaitan dengan suprastruktur terutama kaitanya dengan perlunya adanya keterlibatan masyarakat sekitar dan juga berbagai komunitas peduli lingkungan untuk dapat mendukung program ecotourism Ancol ini.
Ada faktor faktor internal-eksternal yang juga harus diperhatikan. Faktor internal itu antara lain adalah persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap pengembangan ecotourism Ancol, potensi dan daya tarik wisata (atraksi) ecotourism Ancol, pencapaian dan rute (akses) terhadap ecotourism Ancol, fasilitas dan jasa wisata ecotourism Ancol itu sendiri. Sedangkan dari faktor eksternal yang perlu diperhatikan juga adalah kebijakan pemerintah daerah atau dinas terkait terhadap ecotourism Ancol, dan pengembangan kerjasama dengan berbagai stake holder (lembaga keungan dan lainnya yang dirasa perlu diajak bekerjasama).
Untuk mengembangkan ecotourism Ancol dengan memperhatikan berbagai kondisi dan faktor faktor eksternal maupun internal diperlukan juga keterlibatan berbagai pihak yang membentuk cohesive collaboration antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta—yang memiliki saham terbesar di Ancol dan juga sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Jakarta—dengan kalangan bisnis/ wirausaha (entrepreneurs) dan masyarakat (community).
Cohesive collaboration untuk mengembangkan ecoutorism Ancol dengan pola ecotorusim-trade-investment ini juga perlu didukung oleh pihak managemen pengelola. Pihak managemen pengelola selain harus mampu menjadi mediator antara pemerintah daerah, entrepreneurs, dan community juga harus memiliki 3 kemampuan di dalam pengelolaan: entrepreneurial management, costumer-driven management, global-cosmopolit orientation.
Entrepreneurial management adalah kemampuan untuk melihat setiap peluang yang ada dalam rangka semakin mengembangkan kawasan Ancol sebagai tempat pariwisata dan juga sebagai tempat pelestarian lingkungan yang tetap memiliki transaksi ekonomi perdagangan dan mampu mengundang investasi yang berujung kesejahteraan semua pihak.
Costumer-driven management adalah kemampuan dalam mendengarkan keinginan konsumen dengan merespon setiap keinginannya. Sedangkan global-cosmopolit orientation adalah kemampuan mensejajarkan Ancol dengan wahana permainan dunia lainnya, namun juga tetap memiliki kearifan lokal dengan tetap memperhatikan pengelolaan lingkungan alam dan masyarakat.
*) dipostkan untuk lomba Jurnalistik Ancol 2010 ^^
good
ReplyDelete