Roadmap
komunitas ASEAN 2015 perlu dibangun di atas empat nilai sepakbola yang telah ada
dalam catatan sejarah sepakbola ASEAN hingga saat ini.
Pertama,
antusiasme. Sepakbola adalah olahraga terpopuler di ASEAN. Hasil riset AC Nielsen
pada tahun 2010 di 10 kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung,
Makasar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin) mengungkapkan
persentase orang yang menonton (audience
share) siaran pertandingan pada laga pertama final AFF Cup 2010 antara
Indonesia versus Malaysia tanggal 26
Desember 2010 memperoleh rating 26
dan share 69,9% dan ditonton oleh
sekitar 12,8 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Sedangkan laga kedua pada 29
Desember 2010 mencapai share 65,7%
dengan rating 23,1 yang ditonton oleh
lebih dari 11,4 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Share ini meningkat dibandingkan dengan semifinal AFF Cup 2008
antara Indonesia melawan Thailand yang hanya mencapai rating 9 dan share 45%.
Supporter
yang datang langsung ke stadion juga memberikan banyak gambaran bahwa sepakbola
menjadi olahraga terpopuler di Asia Tenggara. Bahkan antusiasme supporter ASEAN terhadap klub sepakbola
lokal termasuk ke dalam 50 besar di dunia. Data statistik bola melansir untuk
musim kompetisi 2010/2011, rata-rata penonton di Indonesia Super League (20
besar dunia) sebesar 11.566 per pertandingan, V-League, Vietnam (35) dengan
penonton 7.298 per pertandingan, Super League Malaysia (37) dengan 6.914
penonton per pertandingan, Thai Premier League, Thailand (48) dengan 6.914
penonton 5.170 per pertandingan.[1]
Maka,
hampir semua literatur ilmu pengetahuan, termasuk semua ahli pemerintahan,
sosial, ekonomi, pembangunan, pertahanan, marketing dan lainnya
mengatakan bahwa pentingnya antusiasme masyarakat (supporter) di dalam pembangunan komunitas. Karena masyarakat adalah
subjek dan aktor utama dari komunitas sama halnya di dalam demokrasi,
masyarakat adalah salah satu pilarnya. Lantas, dapatkah komunitas ASEAN 2015
disambut antusias oleh masyarakat sama seperti antusiasme supporter yang menyaksikan sepakbola langsung di stadion dan seperti
antusiasme supporter yang menonton dari
layar kaca?
Kedua, sepakbola
adalah dunia tanpa batas. Mentalitas
dunia tanpa batas (borderless world)
sangat diperlukan di dalam menyongsong komunitas ASEAN 2015 dan sepakbola
kembali telah mengajarkan itu. Maka tak heran ketika Sinthaweechai ‘Kosin’ Hathairattanakool
dan Suchao Nutnum pemain sepakbola asal Thailand yang pernah bermain di Persib
Bandung begitu diterima oleh publik sepakbola Indonesia khususnya pecinta
Persib Bandung. Hal yang sama juga dirasakan oleh publik Pelita Jaya Karawang
yang menyambut antusias kedatangan Safee Sali yang terkenal setelah membawa
Malaysia mengalahkan Indonesia di Final AFF Cup 2012. Atau seperti halnya Diogo
Santos Rangel, pemain asal Timor Leste yang saat ini mulai menjadi panutan bagi
publik Gresik. Hal yang sama pernah dirasakan pemain-pemain asal Indonesia
seperti Bambang Pamungkas dan Elie Eiboy selama membela Selangor FC
(2005-2007), Ponaryo Astaman bersama Telekom Malaka (2006-2007) atau Irfan
Bachdim yang saat ini masih membela Chonburi FC Thailand juga disambut dengan
antusias dan dihargai mahal selama bermain di luar Indonesia. Mampukah
komunitas ASEAN dibangun dengan mentalitas ini?
Ketiga,
sepakbola ASEAN didukung oleh kekuatan pasar (market-driven). Saat ini, semakin
banyak perusahaan-perusahaan dari kawasan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub
sepakbola top dunia. Beberapa diantaranya dari Indonesia yakni PT. Garuda
Indonesia, Tbk yang menjadi Global Official Airline untuk tur Liverpool di Asia
dan Australia, PT. Dua Kelinci untuk Real Madrid, Extra Joss (PT. Bintang
Toedjoe) dengan Manchester City, PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk dan PT. Bank
Danamon Indonesia, Tbk dengan Manchester
United, PT. Indosat, TBK dengan klub raksasa Spanyol Barcelona, terakhir
disebut-sebut pengusaha asal Indonesia Erick Thohir sudah mengajukan proposal
penawaran resmi pembelian saham mayoritas klub sepakbola Italia, Inter
Milan.
Beberapa negara ASEAN lainnya juga
telah melakukan hal yang sama. Perusahaan asal Malaysia, AirAsia bahkan
mengakuisisi saham mayoritas klub sepakbola Liga Inggris Queens Park Rangers
pada tahun 2011 silam. Perusahaan Malaysia lainnya seperti Telekom, Bhd juga
membeli lisensi penggunaan merek Manchester United untuk penjualan produknya di
Malaysia. Dari Thailand, Thaksin Sinawatra, mantan Perdana Menteri juga pernah
memiliki saham Machester City pada tahun 2007 silam. Perusahaan Thailand
lainnya seperti Thailand Chang Beer Thai Beverage Plc menjadi sponsor di
Everton, Barcelona dan Real Madrid sedangkan Singha Beer menjadi sponsor untuk
Manchester United.
Sedangkan
perusahaan asal Vietnam, Vietinbank dan Bank for Investment and Development of
Vietnam masing-masing telah menandatangani kerjasama sponsorship dengan Chelsea
dan Manchester United. Perusahaan asal Myanmar yang memiliki produk Grand Royal
Whiskey juga turut ambil bagian dengan menjadi sponsor Chelsea.
Banyaknya
perusahaan-perusahaan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub sepakbola top dunia
tentu dengan maksud saling menguntungkan. Bagi perusahaan, diharapkan penjualan
produk mereka akan meningkat di pasar ASEAN, Asia-Oceania atau bahkan dunia.
Sedangkan bagi sepakbola ASEAN, datangnya beberapa klub top dunia seperti
Barcelona, Manchester United, Manchester City, Arsenal, Liverpool, Chelsea,
Inter Milan, Valencia, Ac Milan, Timnas Belanda dan beberapa lainnya diprediksi
akan berdampak positif bagi perkembangan kualitas Timnas, klub lokal dan minat
masyarakat ASEAN akan sepakbola. Termasuk saat ini sudah ada beberapa akademi
sepakbola klub-klub tersebut di beberapa negara ASEAN. Pertanyaan sederhana, apakah
komunitas ASEAN 2015 akan didukung oleh kekuatan pasar yang saling
menguntungkan?
Keempat,
football is more than just a game. Sepakbola
tidak hanya urusan permainan 11 melawan 11 atau supporter atau bisnis semata, namun juga akan memiliki dampak terhadap
perekonomian. Adakah dampak perekonomian dari keberadaan sepakbola? Di beberapa
jurnal penelitian, para ekonom telah banyak melakukan kajian terkait peranan
sepakbola terhadap perekonomian. Ashton, Gerard dan Hudson (2003) menyatakan
ada hubungan yang sangat kuat antara performa klub-klub sepakbola Liga Inggris
dengan perubahan indeks FTSE 100 (Financial
Times Stock Exchange). Duque dan Ferreira (2005) menemukan bahwa ada
hubungan positif antara pendapatan harga saham dan performa Sporting Lisbon di
Portugal.
Berument
dan Yuncel (2005) juga mengatakan bahwa setiap kemenangan klub Fenerbahce
(Turki) dalam kompetisi Eropa akan meningkatkan pertumbuhan industri dalam satu
bulan sebesar 0,26%, dimana penelitian ini
dilakukan menggunakan sudut pandang happiness
para supporter, ketika Fenerbahce
menang di kompetisi Eropa maka happiness
supporter mereka meningkat, pada
akhirnya meningkatkan produktifitas mereka di dalam bekerja sehingga output
produksi ikut meningkat.
Lalu
bagaimana dengan sepakbola ASEAN? Dalam beberapa kasus dapat dilihat terdapat
dampak positif terhadap perekonomian. Seperti hasil survei lembaga AC Nielsen
dimana ketika perhelatan AFF Cup 2010 digelar, belanja iklan sepanjang tahun 2010
naik 23% dengan nilai sebesar Rp60 triliun.[2] Belum
lagi nilai-nilai ekonomi yang di dapatkan oleh pemain sepakbola dan perangkat
pertandingannya, event organizer
termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mendapatkan keuntungan ekonomi hasil
penjualan pernak-pernik sepakbola, kaos bola dan merchandise. Selain memiliki dampak terhadap perekonomian,
sepakbola memiliki multiplier effect
non ekonomi seperti dampak terhadap happiness,
sosial dan budaya masyarakat. Lantas, apakah komunitas ASEAN 2015 akan memiliki
dampak ekonomi dan multiplier effect
yang positif bagi setiap anggota komunitasnya?
[1] 50 Liga Sepak Bola Dengan
rata-rata Penonton Terbanyak, http://andrictg.mywapblog.com/50-liga-sepak-bola-dengan-rata-rata-peno.xhtml,
diakses tanggal 16 Agustus 2013
[2] Piala AFF Dongkrak Belanja
Iklan, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/202429-piala-aff-dongkrak-belanja-iklan,
diakses 16 Agustus 2013
No comments:
Post a Comment