Thursday, 27 December 2012

Abah Ibrahim diantara Qada dan Qadar


Seperti biasa, solat keseringan masbuk, abis salam seperti biasa keseringan pulang duluan, bukan untuk curi sendal loh apalagi nyuri kotak amal.. Hehee.. Kebiasaan..., walau begitu, alhamdulillah harus bisa belajar solat berjamaah walau tidak rutin 5 waktu, khususon shubuh yang sangat sulit sekali.. Apakah saya termasuk orang munafik? Wallahualam... 


Magrib waktu itu bisa dibilang terasa istimewa, rumah kontrakan selepas magrib kedatangan abah Ibrahim, usianya sudah sangat tua, 75 tahun, sorot sebelah matanya sudah 60% kata abah, pantas saja pas mau pulang menjelang isya Beliau kesulitan mencari sandalnya. Namun begitu, seperti kedapatan motivasi baru dari orang tua yang sudah berpengalaman dalam hidup. 



Abah Ibrahim, rumahnya diutara mushola daerah Kragilan. Disana Abah nyewa rumah 5 juta setahun dengan istri ditemani 1 cucu putri dari 14 cucunya. Abah ini jamaah rutin, seringkali adzan, namun untuk jadi imam abah agak segan karena bukan orang asli situ walau sudah cukup lama jadi warga kragilan. Malam itu abah membuka pembicaraan dengan mengutarakan permohonan maaf kalo di mushola itu imamnya masih kurang dalam urusan tartil membaca surat saat solat. Maksud abah cerita itu apa ya? Hehee.. Padahal kami juga tidak ngerti. Hihihihii... Tapi satu hal, bahwa Abah Ibrahim masih sangat memperhatikan hal-hal seperti itu. Luar biasa. Disela-sela kesempatan, Abah membaca ayat alquran, tentu saja saya tidak tahu dan hapal ayat itu. 



Abah juga mohon maaf kalo mushola tidak seperti tradisi NU. Abah menjelaskan mushola itu mengambil jalan tengah. Mushola itu memang kalo habis solat tidak ada zikir berjamaah, doa sendiri sendiri, tidak ada qunut shubuh atau suara ngaji dg speaker menjelang magrhib khas mushola2 NU. Lantas apakah mushola itu Muhammadiyah? Tidak juga, masing2 berhak menjalankan keyakinannya tapi jika sudah dipimpin seorang imam maka samina waatona. Pada dasarnya Abah menyampaikan bahwa secara berjamaah harus bisa menghormati keyakinan orang lain yang juga memiliki dasar. 



Abah pernah kedatangan 4 orang anak muda, penggiat kesenian Jatilan. Mereka bertanya ke Abah, bagaimana pandangan Abah terhadap Jatilan. Abah bilang kesenian itu perlu dilestarikan, 4 anak muda itu sangat sumringah, tapi Abah belum selesai, kata Abah bisa kah gimana caranya syetan jangan pernah diajak di Jatilan? Karena syirik kata Abah. 1 orang pemuda itu keluar marah, namun beberapa hari kemudian bawa buah2an. Abah ini sangat bijak sekali menyikapi perbedaan dan tegas dalam keputusan. 



Cerita terus berlanjut, Abah Ibrahim mengerti sekali kalo saya dkk tidak terlalu mengerti bahasa Jawa, teman yang orang yang mengerti bahasa Jawa belum tentu mengerti menggunakan bahasa Jawa halus ketika bicara dg orang tua. Abah Ibrahim bicara dengan bahasa Indonesia, maklum 14 tahun 
Beliau ini bekerja di Bali. Dia menantang kami mau berbicara dengan bahasa apa? Mandarin, Arab Bahasa Inggris ok, kata Abah. Di Bali Abah menjadi porter sekaligus sebagai driver dan pemandu wisata. 



Menutup pembicaraan singkat waktu itu, Abah Ibrahim pernah menjadi tukang becak yang selepas subuh saban hari mengantarkan nangka untuk gudeg terkenal di Jogja, namun begitu 6 anaknya sudah menjadi orang semua. Abah Ibrahim ini sebenarnya dibuatkan rumah di Merapi View, namun Abah dan istrinya lebih memilih ngontrak dan kumpul didaerah perkampungan. Abah Ibrahim juga cerita tentang seorang jamaah dimushola, rekan tukang becaknya, yang mohon maaf Beliau menceritakan secara fisik yang kurang sempurna supaya kami dengan mudah mengenalnya, tapi subhanallah 5 anaknya, 3 dokter, 1 sarjana ekonomi, 1 sarjana pendidikan. 



Diakhir saya jadi ingat cerita Ustad Yusuf Mansyur di acara Chatting bareng YM ANTV. Episode terfavorit (selain memang jarang nonton pas lagi nonton episodenya bagus). 
Ketika Yusuf Mansyur ditanya oleh jamaah Ustad apakah takdir bisa berubah? 



Yusuf Mansyur menjelaskan istilah qada (ketetapan) dan qadar (takdir/ketentuan). Awalnya Ia mencontohkan dengan sederhana terkait ukuran takdir yang senantiasa bisa berubah, tukang becak bisa gak anaknya kuliah di Australia? Secara ukuran tidak bisa kan? Jika benar-benar tidak bisa itu qada. Ada orang kaya anak pejabat bisa gak anaknya miskin. Secara ukuran tidak mungkin. Tapi jika sudah qada Allah maka sangat mungkin. 



Lalu Yusuf Mansyur menjelaskan diantara titik qadar dan qada itu terdapat ikhtiar dan kasih sayang Allah. Dititik qada (ketetapan) ada istilah sabar, bersyukur dan tawakal. Maka takdir itu masih bisa berubah sebelum menjadi ketetapan Allah. Dunia ini bukan at the and of takdir, bukan, kata Yusuf Mansyur. 



MasyaAllah, Yusuf Mansyur mencontohkan ada seorang ayah meninggal dipusar seorang WTS, Yusuf Mansyur bertanya secara ukuran takdir apakah dia masuk neraka? Hadirin di studio menjawab iya, tapi subhanallah bahwa qada Allah berketetapan lain si ayah ini punya anak shaleh sehingga bisa menyambut ayahnya di pintu syurga. 



Lalu Yusuf Mansyur bertanya lagi secara ukuran ada wanita yang rajin ibadah dan ia meninggal ketika berjalan menuju beribadah kepada Rabb-Nya, secara ukuran takdir ia masuk syurga? Tapi Allah punya ketetapan lain, dikisahkan oleh Rasulullah Ia masuk neraka karena ia disibukan dengan ibadah lupa terhadap anaknya dan diakhirat anaknya menuntut ibunya. 



Diakhir pertemuan chatting bareng YM, Ustad berkata bahwa at the and of takdir adalah ketika kita dihisab diyaumul akhir nanti. Ustad mengajak kita berdoa agar Allah memberikan ketetapan hati dan kekuatan akal bahwa Allah lah Tuhan yang Maha segala-galanya dengan memberikan keajaiban-keajaiban kecil ataupun besar dalam hidup kita. Kunfayakun! 



---------------------------------------------------------------- 
Setiap hari rasanya hati perlu dihidupkan oleh cerita dari orang-orang yang menggenggam erat akhiratnya walaupun mungkin dunia jauh dari tangannya.... Kata Abah Ibrahim, usia 75 tahun, apa sih yang ingin dicari lagi? 



Ya Allah Engkau telah mendatangkan orang-orang hebat yang mapan dan kaya, cerdas yang S2 S3 dapat beasiswa, orang-orang yang jabatan dan kedudukannya tinggi2, orang-orang para aktifis muda yang setiap hari berbicara nasib negara. Mungkin itu perlu, tapi jangan semuanya yang seperti itu Ya Allah Engkau datangkan dihadapan saya. Jangan jadikan hati ini iri dengan yang demikian. Jadikan hati ini lebih iri dengan orang yang sholeh, atau orang kotor yang bertaubat. Jadikan hati ini lebih iri dengan orang-orang yang solatnya berjamaah dimasjid, gemar bersedekah, sopan tutur katanya, gemar mengaji dan mengkaji agama. Datangkan sebanyak-banyaknya yang seperti itu dihadapan walau praktiknya masih jauh panggang daripada api, sulit sekali... Maybe semua masih bisa berubah menjadi lebih baik.. Hari ini dan dikemudian hari, sampai akhir,.. 

No comments:

Post a Comment