Pengadaan
mobil dinas baru Mercedes-Benz akhirnya ditolak oleh Jokowi. Jokowi lebih
memilih memanfaatkan kendaraan dinas yang lama Toyota Crown untuk para
menteri-menterinya. Hal ini secara otomatis akan membatalkan surat Seskab RI bernomor
Peng-03/PPBJ-PKMPSM/08/2014PT tertanggal 28 Agustus 2014 terkait keputusan PT. Marcedes-Benz Indonesia sebagai
pemenang lelang pengadaan mobil dinas baru bagi para menteri dan pejabat
setingkat termasuk bagi mantan presiden dan wakil presiden. Langkah ini tentu perlu
diapresiasi sebagai gebrakan awal untuk menampilkan image pemerintahan yang efisien dimana dalam kasus ini Jokowi telah
menghemat pagu anggaran mobil dinas dalam APBN 2014 yang nilainya mencapai sekitar
Rp104 milyar. Disamping itu, timbul juga keinginan publik agar Jokowi kembali
mewacanakan Esemka sebagai mobil nasional sekaligus kendaraan dinas seperti
yang dilakukannya ketika masih menjabat Walikota Solo. Jokowi sebenarnya
memiliki peluang untuk mewujudkan Esemka menjadi mobil nasional, pasalnya
Jokowi saat ini adalah orang nomor satu di Indonesia yang memiliki kewenangan
dan kekuasaan. Namun pertanyaannya maukah Jokowi?
Langkah
Esemka yang digadang-gadang menjadi mobil nasional memang momentumnya sempat
terhenti karena 2 hal utama. Pertama,
belum lolos uji SNI, Esemka gagal di uji
emisi. Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT menyebutkan Esemka
belum lolos ambang batas emisi gas buang. Hal ini diperkuat melalui Surat
Keputusan AJ.402/17/6/DJPD/2012 dari Dirjen Perhubungan Darat. Menurut
Kementerian Perhubungan, hal ini diakibatkan gas buang CO Esemka masih tinggi.
Emisi CO Esemka mencapai 11,63 gram per kilometer dan HC + NOX 2,69 gram per
kilometer. Padahal standar Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2009, ambang batas untuk kendaraan
bermotor tipe baru adalah CO 5 gram per kilometer dan HC + NOX 0,70 gram per
kilometer. Selain gagal di uji emisi, Esemka juga belum memenuhi standar dalam
hal ketajaman lampunya. Pemerintah telah menetapkan standar dalam satu lampu
harus memiliki 12.000 candle (CD), namun pada Esemka lampu kanannya baru
menyinarkan 10.900 CD dan sebelah kiri sebanyak 6.700 CD.
Kedua, Jokowi tidak menggunakan
Esemka sebagai kendaraan dinas Gubernur DKI. Karir politik Jokowi yang terbilang mulus,
setelah menjadi Walikota Solo periode 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012, selang
beberapa hari berikutnya tepatnya pada 12 Oktober 2012 Jokowi resmi dilantik menjadi
Gubernur DKI Jakarta. Namun tidak demikian dengan nasib Esemka yang cenderung
tenggelam seiring langkah Jokowi yang lebih memilih kendaraan dengan merk lain
sebagai kendaraan dinasnya.
Nampaknya
sinyal Jokowi untuk mengangkat kembali Esemka sudah mulai didengungkan kembali di
fan page resmi Joko Widodo yang dibuat sekitar 22 jam lalu. Jokowi
mengungkapkan Kemampuan anak negeri untuk memproduksi mobil maupun motor buatan
sudah tidak perlu diragukan lagi. Beberapa di antaranya Jokowi menyebutkan karya
para siswa SMK di Solo, Jawa Tengah yang telah membuat mobil Esemka. Mobil tersebut bahkan sempat diproduksi
secara massal, namun upaya tersebut kurang mendapat perhatian lebih dari
pemerintah. pada masa pemerintahan nanti, saya akan membuka jalan bagi industri
otomotif dalam negeri untuk lebih berkembang dan menjadi ikon nasional, untuk
dapat bersaing dengan industri otomotif dari luar negeri.
Sumber: Facebook Fan Page Jokowi Official |
Publik
berharap Jokowi melakukan langkah berani mewujudkan Esemka sebagai mobil
nasional sebab selain Esemka dinilai berkontribusi besar terhadap karir politik
Jokowi yang akhirnya menasional, Esemka juga diprediksi mampu mengangkat rasa
nasionalisme bangsa terhadap hasil karya anak negeri.
Proton, Mahatir
Mohammad dan Habibie
Pekerjaan
rumah untuk mewujudkan Esemka menjadi mobil nasional memang cukup banyak, tidak
hanya masalah local content yang
harus SNI dan uji kelaikan maupun uji standar keselamatan dari New Car
Assessment Program for Southeast Asia (ASEAN NCAP), desain Esemka yang
disebut-sebut mirip desain mobil buatan Guangdong Foday Automobile Co.,Ltd
memang cukup menyita perhatian publik. Namun demikian, hal yang sama pernah
dialami Proton di awal kelahirannya (Proton Wira, 1993) dirasakan mirip dengan
mobil keluaran Mitsubishi Motor Corporation (Mitsubishi Lancer) atau Proton
Perdana (1995) yang mirip dengan Mitsubishi Galant. Hal tersebut tidak terlepas
kerjasama joint venture antara HICOM
(The Heavy Industries Corporation of Malaysia) dengan Mitsubishi yang memiliki
saham sekitar 30%.
Proton
yang perjalanan karirnya mayoritas dimiliki BUMN dan sejak 2012 beralih menjadi
milik swasta Malaysia terus menerus melakukan inovasi dengan kerjasama yang
dilakukan. Dimulai bekerjasama dengan pabrikan Mitsubishi, hingga mengakuisisi
60% saham Lotus Group International Ltd di 1996, sebuah pabrikan ternama untuk
meningkatkan kemampuan mesin Proton dan Research & Development yang
dimiliki. Tak berhenti sampai disitu, kerjasama dengan Zagross Khodro, SAIPA,
KACST menjadi beberapa contoh komitmen Proton menghasilkan produk yang lebih
baik. Bahkan sejak diambil alih oleh pengusaha kaya Malaysia Tan Sri Mokhtar Al
Bukhary melalui DRB-Hicom Proton pada 2012, Proton semakin agresif bekerjasama
salah satunya dengan Honda Motors Co untuk mengeksplorasi kerjasama
pengembangan teknologi, platform
kendaraan, lini produk baru dan tentu penggunaan fasilitas.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber |
Tidak
hanya bekerjasama dengan pihak lain, Proton juga sudah lama memiliki pabrik
seperti Shah Alam Plant yang memiliki original Main Plant and Multi Vehicle
Factory (MVF) yang mampu memproduksi sekitar 200 ribu unit setiap tahunnya. Ada
juga The Tanjung Malim plant yang dilengkapi oleh Automatic Line Control or
error-proof system sehingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan efisien.
Selain dua tempat tersebut, Proton memiliki component plant seperti Casting
Plant yang memproduksi 180,000 cylinder blocks, crankshafts, bearing caps dll.
ETM Plant yang mampu memproduksi competitive product - Machining (C/Block,
Cylinder Head, Crankshaft, Camshaft, Bearing Cap, Knuckle, Transmission Case,
Clutch Housing), Engine dan Transmission. Ada juga Stamping Plant yang disebut
sebut salah satu terbesar di Asia Tenggara.
Kini
Proton bahkan tidak hanya hadir di Malaysia, Proton sudah melakukan ekspor
lebih dari 50 negara termasuk ke Indonesia. Berdasarkan data Gaikindo (Gabungan
Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), pada tahun 2010 penjualan Proton di
Indonesia mencapai 1.926 unit, meningkat menjadi 2.126 di 2012 sementara di 2013
penjualan Proton sempat menurun menjadi 1.088 unit. Proton sendiri melalui PT
Proton Edar Indonesia menargetkan penjualan di 2014 mampu mencapai 3.600 unit.
Nampaknya
Jokowi bisa mengambil pelajaran positif dari commited to be better Proton
hingga saat ini termasuk dari seorang Mahatir Mohammad. Bisa dibilang Mahatir
Mohammad adalah orang penting dibalik kelahiran Proton. Bagaimana tidak, sejak
menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia pada 1978 sosok
Mahatir seolah tidak bisa dipisahkan dari Proton, barangkali kekhawatiran
Jokowi dan Mahatir sama, bagaimana menekan neraca perdagangan yang negatif yang
salah satunya diakibatkan impor bahan baku otomotif disamping membangun
kebanggaan melalui mobil nasional.
Harus
diakui, diawal kemunculan Esemka di publik juga tidak berjalan mulus, bahkan
seorang Bacharuddin Jusuf Habibie yang dikenal sebagai Bapak Teknologi
Indonesia sempat menyatakan bahwa Esemka sekedar mobil “dolanan” yang lebih
sarat muatan politis. Nampaknya Habibie sadar betul bahwa untuk membangun
kebanggan produksi nasional tidak dapat dilakukan dengan instan dan membutuhkan
waktu yang lama untuk benar-benar masuk ke industri otomotif apalagi untuk
bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian bukan mustahil suatu saat Esemka akan menjadi mobil
kebanggan nasional. Hari ini kuncinya ada di Jokowi dalam 5 tahun ke depan, apakah
Ia sanggup menyamai cita-cita dan kerja keras Habibie di industri penerbangan
nasional dengan melahirkan N-250 dan R-80? Ataukah Jokowi hanya sekedar politisi? Kita tunggu
saja. []