Wednesday 24 September 2014

Nasib Esemka di Tangan Jokowi

Pengadaan mobil dinas baru Mercedes-Benz akhirnya ditolak oleh Jokowi. Jokowi lebih memilih memanfaatkan kendaraan dinas yang lama Toyota Crown untuk para menteri-menterinya. Hal ini secara otomatis akan membatalkan surat Seskab RI bernomor Peng-03/PPBJ-PKMPSM/08/2014PT tertanggal 28 Agustus 2014 terkait  keputusan PT. Marcedes-Benz Indonesia sebagai pemenang lelang pengadaan mobil dinas baru bagi para menteri dan pejabat setingkat termasuk bagi mantan presiden dan wakil presiden. Langkah ini tentu perlu diapresiasi sebagai gebrakan awal untuk menampilkan image pemerintahan yang efisien dimana dalam kasus ini Jokowi telah menghemat pagu anggaran mobil dinas dalam APBN 2014 yang nilainya mencapai sekitar Rp104 milyar. Disamping itu, timbul juga keinginan publik agar Jokowi kembali mewacanakan Esemka sebagai mobil nasional sekaligus kendaraan dinas seperti yang dilakukannya ketika masih menjabat Walikota Solo. Jokowi sebenarnya memiliki peluang untuk mewujudkan Esemka menjadi mobil nasional, pasalnya Jokowi saat ini adalah orang nomor satu di Indonesia yang memiliki kewenangan dan kekuasaan. Namun pertanyaannya maukah Jokowi? 

Langkah Esemka yang digadang-gadang menjadi mobil nasional memang momentumnya sempat terhenti karena 2 hal utama. Pertama,  belum lolos uji SNI, Esemka gagal di uji emisi. Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT menyebutkan Esemka belum lolos ambang batas emisi gas buang. Hal ini diperkuat melalui Surat Keputusan AJ.402/17/6/DJPD/2012 dari Dirjen Perhubungan Darat. Menurut Kementerian Perhubungan, hal ini diakibatkan gas buang CO Esemka masih tinggi. Emisi CO Esemka mencapai 11,63 gram per kilometer dan HC + NOX 2,69 gram per kilometer. Padahal standar Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2009, ambang batas untuk kendaraan bermotor tipe baru adalah CO 5 gram per kilometer dan HC + NOX 0,70 gram per kilometer. Selain gagal di uji emisi, Esemka juga belum memenuhi standar dalam hal ketajaman lampunya. Pemerintah telah menetapkan standar dalam satu lampu harus memiliki 12.000 candle (CD), namun pada Esemka lampu kanannya baru menyinarkan 10.900 CD dan sebelah kiri sebanyak 6.700 CD.

Kedua, Jokowi tidak menggunakan Esemka sebagai kendaraan dinas Gubernur DKI.  Karir politik Jokowi yang terbilang mulus, setelah menjadi Walikota Solo periode 28 Juli 2005 hingga 1 Oktober 2012, selang beberapa hari berikutnya tepatnya pada 12 Oktober 2012 Jokowi resmi dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun tidak demikian dengan nasib Esemka yang cenderung tenggelam seiring langkah Jokowi yang lebih memilih kendaraan dengan merk lain sebagai kendaraan dinasnya.

Nampaknya sinyal Jokowi untuk mengangkat kembali Esemka sudah mulai didengungkan kembali di fan page resmi Joko Widodo yang dibuat sekitar 22 jam lalu. Jokowi mengungkapkan Kemampuan anak negeri untuk memproduksi mobil maupun motor buatan sudah tidak perlu diragukan lagi. Beberapa di antaranya Jokowi menyebutkan karya para siswa SMK di Solo, Jawa Tengah yang telah membuat mobil Esemka. Mobil tersebut bahkan sempat diproduksi secara massal, namun upaya tersebut kurang mendapat perhatian lebih dari pemerintah. pada masa pemerintahan nanti, saya akan membuka jalan bagi industri otomotif dalam negeri untuk lebih berkembang dan menjadi ikon nasional, untuk dapat bersaing dengan industri otomotif dari luar negeri.
Sumber: Facebook Fan Page Jokowi Official
Publik berharap Jokowi melakukan langkah berani mewujudkan Esemka sebagai mobil nasional sebab selain Esemka dinilai berkontribusi besar terhadap karir politik Jokowi yang akhirnya menasional, Esemka juga diprediksi mampu mengangkat rasa nasionalisme bangsa terhadap hasil karya anak negeri.

Proton, Mahatir Mohammad dan Habibie
Pekerjaan rumah untuk mewujudkan Esemka menjadi mobil nasional memang cukup banyak, tidak hanya masalah local content yang harus SNI dan uji kelaikan maupun uji standar keselamatan dari New Car Assessment Program for Southeast Asia (ASEAN NCAP), desain Esemka yang disebut-sebut mirip desain mobil buatan Guangdong Foday Automobile Co.,Ltd memang cukup menyita perhatian publik. Namun demikian, hal yang sama pernah dialami Proton di awal kelahirannya (Proton Wira, 1993) dirasakan mirip dengan mobil keluaran Mitsubishi Motor Corporation (Mitsubishi Lancer) atau Proton Perdana (1995) yang mirip dengan Mitsubishi Galant. Hal tersebut tidak terlepas kerjasama joint venture antara HICOM (The Heavy Industries Corporation of Malaysia) dengan Mitsubishi yang memiliki saham sekitar 30%.

Proton yang perjalanan karirnya mayoritas dimiliki BUMN dan sejak 2012 beralih menjadi milik swasta Malaysia terus menerus melakukan inovasi dengan kerjasama yang dilakukan. Dimulai bekerjasama dengan pabrikan Mitsubishi, hingga mengakuisisi 60% saham Lotus Group International Ltd di 1996, sebuah pabrikan ternama untuk meningkatkan kemampuan mesin Proton dan Research & Development yang dimiliki. Tak berhenti sampai disitu, kerjasama dengan Zagross Khodro, SAIPA, KACST menjadi beberapa contoh komitmen Proton menghasilkan produk yang lebih baik. Bahkan sejak diambil alih oleh pengusaha kaya Malaysia Tan Sri Mokhtar Al Bukhary melalui DRB-Hicom Proton pada 2012, Proton semakin agresif bekerjasama salah satunya dengan Honda Motors Co untuk mengeksplorasi kerjasama pengembangan teknologi, platform kendaraan, lini produk baru dan tentu penggunaan fasilitas.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Tidak hanya bekerjasama dengan pihak lain, Proton juga sudah lama memiliki pabrik seperti Shah Alam Plant yang memiliki original Main Plant and Multi Vehicle Factory (MVF) yang mampu memproduksi sekitar 200 ribu unit setiap tahunnya. Ada juga The Tanjung Malim plant yang dilengkapi oleh Automatic Line Control or error-proof system sehingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan efisien. Selain dua tempat tersebut, Proton memiliki component plant seperti Casting Plant yang memproduksi 180,000 cylinder blocks, crankshafts, bearing caps dll. ETM Plant yang mampu memproduksi competitive product - Machining (C/Block, Cylinder Head, Crankshaft, Camshaft, Bearing Cap, Knuckle, Transmission Case, Clutch Housing), Engine dan Transmission. Ada juga Stamping Plant yang disebut sebut salah satu terbesar di Asia Tenggara.
Kini Proton bahkan tidak hanya hadir di Malaysia, Proton sudah melakukan ekspor lebih dari 50 negara termasuk ke Indonesia. Berdasarkan data Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), pada tahun 2010 penjualan Proton di Indonesia mencapai 1.926 unit, meningkat menjadi 2.126 di 2012 sementara di 2013 penjualan Proton sempat menurun menjadi 1.088 unit. Proton sendiri melalui PT Proton Edar Indonesia menargetkan penjualan di 2014 mampu mencapai 3.600 unit.   

Nampaknya Jokowi bisa mengambil pelajaran positif dari commited to be better  Proton hingga saat ini termasuk dari seorang Mahatir Mohammad. Bisa dibilang Mahatir Mohammad adalah orang penting dibalik kelahiran Proton. Bagaimana tidak, sejak menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia pada 1978 sosok Mahatir seolah tidak bisa dipisahkan dari Proton, barangkali kekhawatiran Jokowi dan Mahatir sama, bagaimana menekan neraca perdagangan yang negatif yang salah satunya diakibatkan impor bahan baku otomotif disamping membangun kebanggaan melalui mobil nasional.  

Harus diakui, diawal kemunculan Esemka di publik juga tidak berjalan mulus, bahkan seorang Bacharuddin Jusuf Habibie yang dikenal sebagai Bapak Teknologi Indonesia sempat menyatakan bahwa Esemka sekedar mobil “dolanan” yang lebih sarat muatan politis. Nampaknya Habibie sadar betul bahwa untuk membangun kebanggan produksi nasional tidak dapat dilakukan dengan instan dan membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar masuk ke industri otomotif apalagi untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar.  Namun demikian bukan mustahil suatu saat Esemka akan menjadi mobil kebanggan nasional. Hari ini kuncinya ada di Jokowi dalam 5 tahun ke depan, apakah Ia sanggup menyamai cita-cita dan kerja keras Habibie di industri penerbangan nasional dengan melahirkan N-250 dan R-80? Ataukah Jokowi hanya sekedar politisi? Kita tunggu saja. []

No comments:

Post a Comment