Tuesday, 17 December 2013

Agama & KTP

Perlukah Kolom Agama di KTP Dihapus?
A : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di KTP mau dihilangkan lho.”
B : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah hilangkan agama?”
A: “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi. Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumkan di KTP.”
B : “Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan diskriminasi gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis kelamin juga harus dihapus dong. Laki-laki dan perempuan kan setara. Lagian, para bencong atau banci pasti protes mau dimasukkan ke jenis kelamina apa.”
C : “Eh, jangan lupa. Bisa juga lho perlakuan diskriminasi terjadi karena usia. Jadi hapus juga kolom tanggal lahir.”
D : “Eit, ingat juga. Bangsa Indonesia ini juga sering fanatisme daerahnya muncul, terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi mestinya, kolom tempat lahir dan alamat juga dihapus.”
B : “Ada juga lho, perlakuan diskriminasi itu gara-gara nama. Misal nih, ada orang dengan nama khas agama tertentu misalnya Abdullah, tapi tinggal di daerah yang mayoritas agamanya lain. Bisa tuh ntar dapat perlakuan diskriminasi. Jadi kolom nama juga wajib dihapus.”
B: “Kalau status pernikahan gimana? Perlu gak dicantumkan?”
A : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan urusan pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau melahirkan di rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah ditanya sudah nikah belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung saja ditolong oleh dokter.”
D : “Sebenarnya, kolom pekerjaan juga berpotensi diskriminasi. Coba bayangkan. Ketika di KTP ditulis pekerjaan adalah petani/buruh, kalau orang tersebut datang ke kantor pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah sama ramahnya jika di kolom pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa dilecehkan. Jadi kolom pekerjaan juga harus dihapus.”
C: “Kalau golongan darah gimana? Berpotensi diskriminasi nggak?”
A : “Bisa juga. Namanya orang sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.”
E : “Lha terus, isi KTP apa dong?
Nama : dihapus
Tempat tanggal lahir : dihapus
Alamat tinggal : dihapus
Agama : dihapus
Status perkawinan : dihapus
Golongan darah : dihapus
Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….”
A, B, C, D : (melongo)
Sumber: Islamedia

Monday, 9 December 2013

BMT & Pedagang Pasar Tradisional

Ditulis oleh: 
Rizky Febriana (Analis Bisnis, Ekonomi dan Politik)*

Sekitar tahun 2011, Pasar Tradisional Colombo yang berlokasi di Jalan Kaliurang KM 7 Desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Yogyakarta menjadi tempat yang sangat berjasa bagi penulis. Bagaimana tidak, berkumpulnya para pedagang sayur mayur, buah-buahan, bumbu masak, daging, ikan laut, roti (brambang), pakaian, makanan, tape dan lainnya yang berjualan dari pukul 04.00-12.00 WIB di pasar tersebut menjadi jalan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari salah satu kampus negeri yang kata orang termasuk ternama di negeri ini.
Dimbimbing oleh Dr. Anggito Abimanyu dan Prof. Samsubar Saleh, 35 orang pedagang dengan berbagai jenis dagangan menjadi objek penelitian penulis. Jumlah objek penelitian yang terkesan sedikit namun yang terpenting didasari oleh pendapat dari rule of thumb yang dijelaskan oleh Roescoe dalam Sekaran (2003) yang menyatakan bahwa jumlah sampel antara 30-500 sudah dirasakan memenuhi kebanyakan penelitian sosial yang sering terjadi. Dalam studi pustaka yang lain mengatakan tidak ada batasan yang jelas mengenai jumlah sampel yang kecil dan yang besar (Soeratno dan Arsyad, 2008).
Penelitian yang dijalani waktu itu adalah mencari tahu apakah pembiayaan (kredit) yang diberikan oleh Baitul Mal Wat-Tamwil Surya Amanah yang berlokasi 5 meter di selatan pasar tersebut mampu mempengaruhi omset para pedagang tradisional yang berjualan di Pasar Colombo? Dengan model penelitian modifikasi dari Koivu (2002); Gillman dan Harris (2004a); Rahayu (2008) terkait pengaruh kredit terhadap pertumbuhan, lalu model Coob-Dauglas (Harvey dan Taylor, 1993) terkait pengaruh tenaga kerja terhadap output, dan model penelitian ini secara umum merupakan modifikasi dari model penelitian Kuncoro (2003) dan Narindra (2008) sehingga model yang digunakan waktu itu adalah seperti:
Dimana,
Variabel
Keterangan
Satuan
O
Omset usaha
Variabel kontinyu (rupiah)
Kr
Kredit yang diterima
Variabel kontinyu (rupiah)
Ms
Modal sendiri
Variabel kontinyu (rupiah)
Tk
Jumlah tenaga kerja
Variabel diskrit (jiwa atau orang)
LU
Lama Usaha
Variabel kontinyu (tahun)
IKT
keikutsertaan organisasi bisnis
Variabel kontinyu (buah)
TPTK
Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
0 = Mayoritas tidak lulus SMP
1 = Mayoritas lulus SMP
DEM
Demand terhadap produk
1 = Sangat rendah; 2 = rendah;
3 = Cukup; 4 = Tinggi; 5 = Sangat Tinggi
Dengan menggunakan software Eviews 4 dan alat analisis sederhana OLS (Ordinary Least Square) ditemukan bahwa pembiayaan (kredit) merupakan salah satu faktor yang berpangaruh positif terhadap omset para pedagang dengan nilai koefisien regresi variabel kredit, 0,4976. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan kredit sebesar 1% maka akan meningkatkan omset sebesar 0,4976% dengan asumsi ceteris paribus.
Walau model penelitian ini lolos uji signifikansi (uji t, uji F dan uji R2), uji asumsi klasik (uji normalitas, multikoliniearitas dan heteroskedastisitas) dan lolos uji dosen penguji, namun penelitian ini memiliki keterbatasan karena jumlah cakupan penelitian yang tidak begitu luas dan hanya para pedagang yang mendapatkan fasilitas kredit dari Baitul Mal Wat-Tamwil Surya Amanah, sebuah BMT yang terlahir dari rahim warga Muhammadiyah.
Namun demikian, fungsi kredit yang berpengaruh positif juga sejalan dengan beberapa penelitian lainnya. Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2006) tentang pengaruh pembiayaan BMT terhadap pengembangan omset pelaku usaha kecil pasar tradisional dan inpres di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan menunjukan bahwa 78% responden di Jawa Tengah, 64,9% di Sulawesi Selatan dan 76,7% di Jawa Barat mengalami peningkatan omset usahanya setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT karena adanya tambahan modal kerja yang memang sangat dibutuhkan.
Dalam kategori Bank Indonesia, BMT dikategorikan sebagai lembaga keuangan mikro (LKM) yang bersifat non bank sama halnya dengan koperasi simpan pinjam (KSP), lembaga dana kredit pedesaan (LPKD), dan credit union (Budiantoro, 2003). Pada akhir Oktober 1995 di seluruh Indonesia telah berdiri lebih dari 300 BMT, pada tahun 1998 berdasarkan PINBUK per 12 Februari 1998 jumlah BMT mencapai 2000 unit, tahun 2005 jumlah BMT mencapai angka 3500 unit dengan jumlah asset 266 miliar (Ridwan, 2006). Bahkan sampai bulan Juni 2006, aset BMT di Indonesia mencapai Rp 2 triliun, dengan pertumbuhan 30 persen (Antagia dan Ikhwan, 2007).
Dari beberapa lembaga keuangan syariah yang ada, BMT telah hadir sebagai lembaga keuangan mikro syariah dengan bentuk yang paling sederhana dan paling dekat dengan masyarakat bawah. 64% responden penelitian penulis mengatakan bahwa kedekatan lokasi dan sistem ’jemput bola’ (proses peminjaman dan cicilan) oleh BMT Surya Amanah yang berlokasi persis di selatan Pasar Colombo yang menjadi alasan utama pedagang tertarik mengajukan kredit. Disamping itu, pola pemantauan secara langsung oleh BMT juga terbukti dapat menekan besarnya kredit macet (Non Performing Loan) (LIPI, 2006). Dilihat dari segi likuiditas. LDR BMT mencapai 100%, artinya jumlah dana yang diterima BMT dari masyarakat dengan pembiayaan pembiayaan yang disalurkan untuk masyarakat jumlahnya berimbang. Kebanyakan BMT LDR-nya sekitar 100%, kecuali di Sumatera Utara sampai 293% (Muhammad, 2002).
Menurut Prabowo (2008) BMT sangat berperan penting dalam perkembangan keuangan mikro di Indonesia dengan beberapa alasan, antara lain: Pertama, Indonesia tengah menggalakan pengembangan usaha mikro  sehingga peran LKM termasuk BMT sangat dibutuhkan. Kedua, mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam sehingga lembaga keuangan mikro yang berprinsip syariah seperti ini akan menjadi pilihan pelaku usaha mikro  yang juga beragama Islam. Ketiga, rencana pengembangan jumlah BMT tahun 2010 oleh Asosiasi BMT seluruh Indonesia (ABSINDO) menjadi berjumlah 10.000 BMT yang menjadi tantangan pengembangan kelembagaan BMT itu sendiri.
Sebuah penelitian LIPI (2006) mengatakan bahwa banyak nasabah rentenir beralih ke BMT alasan prosedur yang mudah dan syarat yang ringan. Berdasarkan data Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) tahun 2004 jumlah BMT di Indonesia mencapai 3.123 unit dimana sebanyak 78,8% nya sudah memiliki kisaran asset antara Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta meskipun demikian sebagian kecil (4,8%) telah memiliki asset yang cukup besar yaitu di atas Rp 1 Milyar.  Berdasarkan data Perhimpunan BMT Indonesia sampai dengan akhir tahun 2011 terdapat sekitar 4000 BMT dengan aset Rp6 triliyun dengan 4 juta nasabah dan mempekerjakan sekitar 20.000 pekerja.
Fenomena menjamurnya BMT menjadi berkah tersendiri bagi pelaku usaha mikro  termasuk para pedagang tradisional karena kehadirannya menjadi salah satu solusi di dalam permasalahan pembiayaan para pelaku usaha kecil tersebut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, permasalahan permodalan yang dihadapi pelaku usaha kecil adalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura, karena kebanyakan pengusaha kecil mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi (Kuncoro, 1997; Kuncoro, 2006:377). Salah satu solusi penghidupan kembali sekaligus bagian upaya pengembangan pelaku usaha kecil adalah pemberian kredit usaha, sehingga langkah-langkah pemberian pembiayaan (kredit) bagi pelaku usaha kecil dinilai sangat perlu sebagai bagian dari pemberdayaan pelaku usaha kecil. Dan penulis telah membuktikan itu, bahwa pembiayaan (kredit) BMT Surya Amanah mampu meningkatkan omset para pedagang tradisional Pasar Colombo, Sleman Yogyakarta.

3 Langkah Akselerasi
Pertama, libatkan pedagang pasar tradisional. Menurut Kementerian Perdagangan (2012) ada sekitar 13.450 pasar tradisional dengan 12,6 juta pedagang. Keterlibatan pasar tradisional akan menimbulkan kapitalisasi dalam bentuk multiplier effect. Jika kita berasumsi, 12,6 juta pedagang memiliki 3 anggota keluarga lainnya maka ketika kredit mampu meningkatkan omset pedagang, maka akan berdampak terhadap 37,8 juta orang secara ekonomi. Multiplier effect lainnya adalah omset yang meningkat karena pengaruh kredit maka kemungkinan besar pedagang akan meningkatkan kapasitas penjualannya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa emakin besar realisasi kredit yang diberikan menyebabkan peningkatan perkembangan industri kecil di Yogyakarta dengan adanya penambahan unit usaha, penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, dan penggunaan bahan baku (Simbolon, 1996; Resnia, 2005). Oleh karena itu, dukungan kredit terhadap para pedagang sama saja menghidupkan bisnis di Indonesia karena business is the heart of economic (Blakley, 1994). 
Kedua, libatkan komunitas wanita dalam setiap penyaluran pembiayaan. Hasil penelitian penulis, 66% pedagang Pasar Colombo adalah wanita. Studi literatur yang menunjukan bahwa kredit efektif disalurkan ke para wanita sudah terlampau banyak. Salah satunya kisahnya datang dari keberhasilan Muhammad Yunus di Bangladesh, bagaimana akhirnya dapat menerima penghargaan internasional karena saluran kredit yang diberikan kepada para wanita (Yunus, 2007). Wanita yang terlibat di dalam komunitas yang dianggap akan berhasil di dalam penggunaan kredit karena wanita lebih dipercaya dalam mengelola keuangan dan mengerti makna komunitas. Community sendiri berasal dari bahasa Latin “munus”, yang bermakna the gift (memberi), cum, dan kebersamaan (togetherness) antara satu sama lain. Secara umum, komunitas (community) adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada lokasi yang sama, sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “kelompok hidup” (group lives) yang diikat oleh kesamaan kepentingan (common interests) (Syahuti, 2005).
Ketiga, kebijakan supply and demand side. Selama ini, kita hanya mengatakan bahwa permasalahan, pedagang tradisional dan usaha mikro hanya terletak pada kurangnya modal (lack of capital). Namun, kita sepertinya terlupa dengan berbagai macam masalah lainnya yang dihadapi oleh usaha mikro seperti sulitnya membuat proposal permohonan dana, masalah sistem administrasi antara kepemilikan pribadi dengan usahanya, masalah sulitnya menyusun perencanaan bisnis, dan hal-hal lainnya yang bersifat teknis. Artinya ke depan, BMT jangan hanya mengurusi aspek permodalan usaha mikro. Sumodiningrat (2004:82) menjelaskan bahwa bagi usaha mikro diperlukan pengembangan kapasitas usaha yang meliputi: production capacityfinancial capacitymanagerial capacitymarketing capacity, dan business development capacity.
BMT dapat lebih besifat universal, tidak hanya sebagai pendukung financial capacity. Kebijakan supply side adalah pengembangan yang difokuskan pada berbagai kebijakan dan program untuk membantu usaha mikro dari segi pembiayaan. Sedangkan demand side diarahkan untuk mendorong agar usaha mikro mampu meningkatkan elijibilitas dan kapabilitasnya dalam kapasitas usahanya dengan menjadi konsultan bagi perencanaan bisnis usaha mikro, memberikan pelatihan kepada usaha mikro terkait pengelolaan bisnis, membantu dalam memberi masukan bagi penyusunan proposal pembiayaan bisnis jika usahanya terus berkembang dan membutuhkan dana pinjaman yang besar yang tak dapat disediakan oleh BMT.
Akselerasi BMT dengan kebijakan supply and demand policy dapat menjadikan BMT sebagai primadona di tengah pelaku usaha mikro di Indonesia yang menderita. BMT sebagai representatif dari sedemikian banyak instrumen ekonomi syariah dapat membuktikan bahwa ekonomi Islam (syariah) menciptakan kemaslahatan umat yang berujung pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang sempurna. Karena, apapun yang menyimpang dari keadilan pada penindasan, dari kasih sayang pada kekerasan, dari kesejahteraan pada kemiskinan, dan dari kebijaksanaan pada kebodohan, adalah sama sekali tidak berkaitan dengan syariah (Ibnu Qayyim, 1955). Semoga!
                                                  
                                                                     DAFTAR PUSTAKA

Antagia, IBP Angga dan M. Reza Ikhwan. 2007. Optimalisasi Peran BMT Menuju Ekonomi Indonesia Yang Lebih Baik; Pendekatan New Institutional Economic (NIE). Yogyakarta: Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah Vol 4 17 Januari 2007 FE UGM
Armstrong, Harvey & Jim Taylor. 1993. Regional Economics and PolicySecond Edition. London: Harvester Wheatsheaf
Arsyad, Lincolin. 2008. Lembaga Keuangan Mikro: Institusi, Kinerja, dan Sustanabilitas. Yogyakarta: Penerbit Andi
Blakely, Edward J. 1994. Planning Local Economic Development: Theory and Practice. Second Edition. US: Sage ProductionBoediono. 2008. Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE
Dumairy, 2009. Bank Syariah. Slide persentasi kuliah Agama Islam
Gillman, M dan M. Harris (2004a). Inflation. Financial Development and Endogeneous Growth. Working Papers Series, Monash University.
Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Fourt Edition. New York: Mc-Graw Hill, Inc
Gujarati, D.2010. Dasar-Dasar Ekonmetrika. Buku 1-Edisi 5. Indonesia: Penerbit Salamba Empat
Koivu, Tuuli. 2002. Do Efficient Banking Sectors Accelerate Economic Growth in Transition Caountries? BOFIT (Bank of Finland, Institute for Economies in Transition). Discussin Papers 14.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kuncoro, Mudrajad. 2008. Pembiayaan Usaha Kecil. Economic Review. No. 211.
LIPI. 2006. Pengaruh BMT Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat. Nadjib, Muhammad. Peny. Jakarta
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogayakarta:UPP AMP YKPN.
Perhimpunan Bank Indonesia. 2012. Profil Januari 2012. Jakarta: Perhimpunan BMT Indonesia
Prabowo, Andi. 2008. Baitul Maal wa Tamwilwww.darulfalah.web.id
Rahayu, Srie Haryani. 2008. Analisis Pengaruh Kredit Terhadap Kinerja Usaha Kecil: Studi Kasus Usaha Kecil Kerajinan Hasil Laut di Pantai Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap 2008. Skripsi S1. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 
Resnia, Ranni. 2005. Analisis Pengaruh Kredit Terhadap Kinerja UKM di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S1. FE UGM: Yogyakarta
Ridwan, Muhammad. 2006. Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT). Yogyakarta: Citra Media
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A skill Building Approach4th edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Siebel, Hans Dieter. 2008. Islamic Microfinance in Indonesia: The Challenge of Institutional Diversity, Regulation and Supervision. Journal of Social Issues in Southeast Asia, Vol. 23. No. 1, 2008.
Soeratno dan Lincolin Arsyad. 2008. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Sumodiningrat, Gunawan.2004. Otonomi Daerah Dalam Penanggulangan Kemiskinan: Upaya-Upaya Pengurangan Pengangguran dan Pemberdayaan Usaha mikro di Tingkat Lokal. Jakarta.
Syahuti, 2005. Penerapan Pendekatan Pembangunan Berbasis Komunitas. Jakarta: PSE Litbang Deptan RI
Yunus, Muhammad dan Alan Jonis. 2007. Bank Kaum Miskin. Sepong: Marjin Kiri. Penerjemah: Irfan Nasution


*) Ditulis dalam rangka lomba karya tulis ekonomi syariah GRES! http://gresindonesia.com 

Thursday, 5 December 2013

Refund Tiket?

[1] Tentu tulisan ini tidak mengurangi rasa apresiasi terhadap prestasi Ignasius Jonan sebagai Dirut PT KAI apalagi sampai membatalkan penghargaan2 Beliau atas prestasi dan karyanya... #siapague 

[2] Tulisan ini cuman untuk berbagi pengalaman buat sesama orang yg belum mendapatkan hak refund dari PT KAI, khususnya kita2 yg mengurus refund melalui transfer antar rekening bank 

[3] Lamanya proses refund antar rekening sedikitnya menimpa saya, Hafid, Yunita (kawan penulis). Lama proses berarti lebih dari 30-45 hari sesuai yang dijanjikan oleh PT KAI 

[4] Refund sendiri adalah pembatalan tiket krn satu dan lain hal oleh pembeli, dan dipotong 25% sesuai ketentuan. 

[5] Oh iya, cerita yg sama pernah muncul juga disurat pembaca. Coba googling. Kalo dulu saya nemu di media online, detik.com 

[6] Cerita ini bermula ketika lebih dari 30-45 hari belum ada uang yang masuk ke rekening. 

[7] Usut punya usut lahirlah beberapa kemungkinan: Mungkin sudah masuk rekening tapi gak ketahuan dan sudah habis terpakai, mungkin emang belum ditransfer oleh PT. KAI dan mungkin dipihak bank 

[8] Saya dan istri gak ada yang mengaku kalo pake uang dari refund PT KAI. :D 

[9] Mulai lah ke langkah selanjutnya. Kita email (melalui email perusahaan dimana saya bekerja, sebab pengalaman sebelumnya dikasus yg berbeda email gratis tidak direspon) ke kotak pelanggan PT. KAI. Siang email sore dibalas. Diminta masukan semua data yg mereka perlukan. Done. Dan email gak dibalas. 

[10] Disaat yg hampir bersamaan. Dicetaklah rekening koran, periode 1 Oktober-29 November (11 November adalah hari ke-30, 25 Nov adalah hari ke-45). Dan benar, tidak ada transaksi yang masuk. Yg ada cuman potongan biaya admin, ambil uang dan sisa uang yg hampir Rp0. 

[11] Dimulai lagi langkah selanjutnya. Telepon 121 ext 4 untuk pengaduan dan keluhan. Berkali2. Sampai CSnya ganti2 kalo g salah ingat namanya Dwi, Ana dan Olive. 

[12] Setelah memberikan informasi data2 yg dibutuhkan CS untuk dapat nomer kasus. Yang unik, jawaban CS berbeda2. 

[13] Orang pertama hanya berhenti sampai nomer kasus. Lanjut lagi, ganti CS. Orang ke 2 jawab, uang sudah ditransfer per tanggal 19 November 2013 dg kode transaksi bla..bla..bla (saya lupa krn nulis ini dikereta). 

[14] Krn saya pegang rekening koran, saya email bukti dari saya sembari minta bukti transfer mereka dan sembari menduga mungkin di bank yg bermasalah. 

[15] Bukti rek. Koran ke email gak dibalas. Padahal janjinya hari Senin kemarin. Lucunya, antara admin email dan cs berbeda dan dijadikan alasan. 

[16] Ketika saya tanyakan bisa langsung tatap muka ke stasiun. Mereka jawab gak bisa. Krn bla..bla..bla... Salah satunya yg sy ingat masalah klaim kantornya di Juanda... Trus kenapa (dlm hati)? 

[17] Rabu pagi tadi, saya telepon kembali (lg2 pake telepon kantor, supaya tercatat nomer perusahaan, dan sekalian gratis). Dijawab dg Olive, kasih nomer kasus. Dan jawabannya mengejutkan bahwa terjadi gagal transfer krn data tidak lengkap. Hello? :D 

[18] Ya sudah, tanpa panjang lebar. Saya mau ambil uang langsung ke Gambir. Tp sebelumnya saya diminta telepon lg sekitar jam 11 siang ke mereka. 

[19] Sblm saya tlpn, mereka malah telepon saya duluan menjelaskan kembali krn gagal transfer... 

[20] Akhirnya, Saya dpt mengembalikan hak dg sedikit bnyk repot2an dan sedikit catatan bahwa hal2 yg 'kecil' seperti ini ibarat angka merah dibanyak angka2 biru diraport biru Ignasius Jonan.

Tuesday, 3 December 2013

Adu Kuat Buruh vs Pengusaha


Q = f (K, L) merupakan fungsi dasar proses produksi karya Cobb-Dauglass, K untuk kapital dan L untuk Labor #simbiosismutualisme
K dan L merupakan gambaran saling ketergantungan antara kapital dari para pemilik modal (pengusaha) dengan labor (buruh) #simbiosismutualisme
K dan L tidak bisa salah satunya dihilangkan, krn setiap proses Q (quantity, produksi) butuh keduanya, maka muncul istilah simbiosis. Tentu harus #simbiosismutualisme
Buruh butuh upah sedangkan pengusaha butuh profit melalui tenaga buruh #simbiosismutualisme
Namun seringkali keduanya tidak memiliki titik temu #bipatrit dalam hal pengupahan, maka butuh pemerintah sebagai #tripatrit untuk menghasilkan equilibrium antara permintaan buruh (demand side) dg penawaran pengusaha (supply side) #simbiosismutualisme
Lantas siapa yang harus disalahkan ketika keduanya tidak menghasilkan #simbiosismutualisme, buruh minta naik gaji, sedangkan pengusaha minta keringanan gaji? Pertanyaan ini seperti pertanyaan duluan mana antara telur dan ayam? Buruh naik gaji karena harga barang2 naik atau harga barang2 naik karena gaji buruh naik?

Suara Buruh
[1] Pengusaha harus mengerti, bahwa kenaikan gaji merupakan sesuatu yang pasti terjadi setiap tahunnya. UMP se-Indonesia setiap tahun (CAGR, 2005-2013) naik sekitar 12,8% mengikuti kenaikan KHL yang selalu naik 13,3% setiap tahunnya. #Suaraburuh
[2] Kata buruh, Kami berdemonstrasi bukan hanya menuntut kenaikan gaji, tapi juga menuntut upah kawan2 Kami yang masih menerima upah di bawah KHL?  Di 2006-2012 banyak 37% rata2 buruh dpt upah dibawah upah minimum. Di 2009, bahkan menyentuh angka 44,6%. . #Suaraburuh

[3] Demonstrasi dijamin konstitusi, tapi benarkah beberapa pengusaha sewa ormas untuk melarang demonstrasi para buruh? . #Suaraburuh

[4] Buruh juga dukung BPJS 2014. Kalo penonton cuman tahu buruh minta gaji Rp3,7 juta sebulan. Dan BPJS bukan produk DPR RI, tp hasil jalan kaki para buruh dari Bandung ke Jakarta. #Suaraburuh

[5] Pengusaha pusing bukan cuman karena ada tuntutan buruh. Tapi pungutan2 liar para preman bahkan sampe ruko2 yg kecil2 aja dipungutin. Sayangnya seringkali oknum aparat juga terlibat. Jangankan pengusaha, warga aja dipungutin. Hello aparat? Tapi g cuman oknum aparat, politikus juga butuh dana pengusaha. Coba jika tak ada pungutan liar? Pengusaha senang buruh senang . #Suaraburuh
[6] Demo buruh juga memang dikeluhkan para pengusaha dan calon investor. Tapi jgn lupa, masalah perizinan juga lebih sering dikeluhkan mereka, ada itu di doing business WB yang rilis hampir tiap tahun. Bahkan perusahaan2 yg g sanggup bayar upah, mau pergi, butuh waktu satu tahun. . #Suaraburuh

[7] Upah buruh butuh naik untuk cicilan motor Ninja Kawasaki, Samsung S3 dan perumahan? Harusnya #terimakasihburuh produsen2 otomotif, gadget dan developer properti produknya bisa terbeli meski dengan mencicil. Indonesia nih, the big four untuk urusan market. 237 juta penduduk di 2010, jumlahnya naik tiap tahun 1,49%. G cuman naik, penduduk kelas menengah juga naik. Pendapatan per kapita juga naik. Posisi skrg ±USD3ribu. . #Suaraburuh

[8] Di Jawa nih kumpul 60-70% penduduk Indonesia. Awal konsentrasi di Jakarta. Ketika JKT berubah jadi basis jasa, dan upah di JKT naik, muncul istilah baru Jabodetabek. Jabodetabek naik muncul istilah Jabodetabek-Cirangkarta atau kita kenal The Greater Jakarta. The Greater Jakarta naik, lahir istilah The Greater Semarang dan Surabaya (Gerbangkertosusila). Proses ilmiah. Terus geser. Mudah2an geser juga ke Kawasan Timur Indonesia. Kalo buruh gak demo, gak geser2 tuh konsentrasi dan pemerataan. Apalagi infrastruktur. Biar pemerintah terus berpikir. . #Suaraburuh

[9] Produktivitas buruh rendah? Produktivitas buruh di Indonesia 2001-2010 berbagai sektor CAGRnya 5,46%. UMP nominal 2005-2013, 12,8%. Lalu berapakah upah riil buruh? 2,7% per tahun.
 #Suaraburuh
[10] Kami tuntut kenaikan gaji karena beberapa kota di negara lain bahkan lebih tinggi dari upah Kami. Data The Japan External Trade Organization (JETRO) yang rilis April 2012 bisa sedikit menggambarkan itu. Untuk ukuran ASEAN Singapura, Bangkok dan Kuala Lumpur masih di atas Kami [Jakarta], apalagi daerah2 di luar Jakarta yang masih di bawah DKI Jakarta? #Suaraburuh

Suara Pengusaha
[1] Upah buruh naik, harga lahan untuk sewa pabrik atau bangun pabrik naik, harga bbm naik, belum lagi pungli. Menambah pusing Kami sebagai pengusaha #Suarapengusaha
[2] Kata teori, supply creates its own demand, dengan sendirinya supply (produk2 yg kami produksi dan jasa yang kami tawarkan) katanya dengan sendirinya akan tetap ada permintaan. Tapi nyatanya produk2 Kami banyak juga yang tidak terserap oleh pasar #Suarapengusaha karena harga jual Kami melambung krn bahan2 produksi juga melambung
[3] Mogok kerja jelas membuat produksi terhenti dan Kami merugi #Suarapengusaha
[4] Kami yang tidak sanggup membayar upah buruh pilihannya 3: menaikan harga jual produk, relokasi pabrik atau tutup sama sekali #Suarapengusaha
[5] Jika kami menaikan harga jual produk, konsekuensinya produk Kami gak ada yang beli dan dampaknya kepada konsumen yang harus membeli dengan harga mahal + pajak konsumen yang juga menambah harga jual Kami #Suarapengusaha
[6] Jika Kami relokasi pabrik, tak mungkin Kami membawa semua buruh ke tempat pabrik Kami apalagi kalo Kami pindah ke luar negeri #Suarapengusaha
[7] Jika Kami tutup sama sekali, Kami semakin rugi, buruh di PHK. #Suarapengusaha
[8] Sebagian Kami bukannya tak mau membayar tapi memang Kami tak sanggup membayar upah di atas KHL, untuk itu Kami meminta penangguhan yang juga dijamin peraturan #Suarapengusaha
[9] Doing business Indonesia memang membaik, tapi sudahkah meniadakan semua pungli2 yang ada, pungli izin, pungli lain-lain #Suarapengusaha. Apakah Kami bisa melawan? Mereka butuh dana2 Kami sedangkan Kami butuh tempat usaha.
[10] Doing business Indonesia memang membaik, tapi apakah infrastruktur seperti jalan, bandara, komunikasi, listrik, air, gas, kemacetan dll di Indonesia ikut membaik? #Suarapengusaha

3 Solusi
Solusi ini hanya berbentuk opsional, bisa dipilih salah satu ataupun ketiganya secara bersamaan….
[1] Menjadikan perusahaan dimiliki bersama melalui ESOP (Employee Stock Ownership Plan). ESOP ini telah di atur Pasal 43 ayat (3) huruf a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Pasal tersebut pada intinya memungkinkan Perseroan untuk melakukan penawaran saham kepada karyawannya sendiri. ESOP sendiri akan memunculkan beberapa dampak positif: rewards (memberikan penghargaan kepada seluruh karyawan dan manajemen atas kontribusinya yang membantu meningkatkan performa perusahaan), Peningkatan Motivasi dan Komitmen, Retaining Program (dapat menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan dan manajemen yang memiliki peran penting dalam meningkatkan value perusahaan) dan menimbulkan rasa memiliki.
[2] Membuat sistem pengupahan bagi hasil. Laba bersih besar pendapatan buruh ikut naik, laba bersih turun pendapatan buruh ikut turun. Memang kedengerannya agak repot bagi perusahaan2 besar. Bisa dicoba dimulai dari perusahaan2 kecil2 dan kita2 yang lagi merintis bisnis (start up). Ini yang pernah saya lakukan waktu dulu punya CV. RnB Management, usaha yang bergerak di bidang EO, web development dan cetak buku. Meski cuman seumur jagung. Bisnis dengan bagi hasil butuh keterbukaan laporan keuangan mulai dari pemasukan sampai dengan pengeluaran hingga muncul laba bersih. Setiap karyawan katakanlah digaji 1% dari laba bersih. Jika laba bersih perusahaan pada bulan Januari sekitar Rp100 juta maka 1 karyawan mendapatkan Rp1 juta. Tapi jika laba bersih perusahaan di bulan tsbt mencapai Rp1 miliar maka 1 karyawan mendapatkan pendapatan Rp10 juta. Begitu seterusnya. Dampak positif akan mampu meningkatkan kinerja karyawan.
[3] Menghidupkan koperasi karyawan. Koperasi itu mengajarkan kekeluargaan dan dari karyawan, oleh karyawan untuk karyawan. Koperasi dapat memberikan pemasukan tambahan buat buruh. Dikoperasi karyawan juga bisa Didik menjadi entrepreneur sejati. Sehingga mereka bisa merasakan bagaimana dan sulitnya menjadi pengusaha. Disamping itu, buruh bisa dididik untuk tidak berdemonstrasi meminta kenaikan gaji setiap tahunnya. Dan akan meningkatkan kinerja perusahaan.