Wajar
publik bertanya, apakah yang dievaluasi hanya Timnas U-19? Bagaimana dengan
Timnas Senior, U-23 di Tour Italy, U-21 di COTIF, atau U-17? Jika hanya U-19
yang dievaluasi maka akan menimbulkan kesan bahwa hanya U-19 yang dijadikan
andalan oleh PSSI dan ini tentu tidak baik bagi perkembangan Timnas Indonesia
karena telah menimbulkan kesan pilih kasih. Lantas mengapa juga HPU
menghadirkan panelis dari pelatih yang juga menukangi Timnas? Bukankah ini juga
akan berakibat adanya conflict of
interest diantara mereka? Hal inilah yang telah menimbulkan pertanyaan
besar, mau apa PSSI?
Sebenarnya
publik sudah bisa menilai bahwa harapan besar sepakbola Indonesia untuk saat
ini ada dipundak para punggawa Timnas U-19 yang diarsiteki Coach Indra Sjafri. Dengan
tim pelatih dan skuad yang relatif sama dengan jangka waktu singkat, Timnas
U-19 mampu menorehkan prestasi membanggakan sebagai juara di HKFA (Hong Kong
Football Asociaction) Youth Invitational Cup 2012 dan 2013, Juara 2013 AFF U-19
Youth Championship setelah 22 tahun dan lolos ke babak final 2014 AFC U-19
Championship setelah mengandaskan sang juara bertahan Korea Selatan untuk
pertama kali sejak tahun 1975.
Catatan
statistik U-19 juga sangat baik. Sejak melawan Korsel 12 Oktober 2013, U-19
telah melakoni 32 laga pertandingan bertajuk Tur Nusantara I, Tur Timur Tengah
dan Tur Nusantara II dalam kurun waktu 6 bulan sejak Februari hingga Juli
2014. Dalam 13 pertandingan awal Tur
Nusantara I, U-19 tidak pernah menelan sekalipun kekalahan (0%), hanya 4 kali
seri (30,77%) dan sisanya berakhir dengan kemenangan (69,23%). Di Tur Timur Tengah plus 2 pertandingan
melawan Myanmar, dari 10 pertandingan
yang dijalani, U-19 hanya mengalami 2 kekalahan tipis yakni dari Oman 1-2 yang
langsung dibalas dengan kemenangan 2-1 dipertandingan kedua, juga dari Myanmar
1-2. Secara keseluruhan U-19 mengantongi 4 kemenangan (40%) dan 4 berhasil
imbang (40%). Catatan impresif kembali ditunjukan tim asuhan Coach Indra Sjafri
di 9 pertandingan Tur Nusantara II dengan tidak sekalipun menelan kekalahan
(0%), 7 kemenangan (77,78%) dan 2 kali imbang (22,22%).
Lalu
bagaimana mungkin kegagalan di HBT menjadi satu-satunya parameter penilaian
terhadap U-19 oleh HPU BTN PSSI? Fakta bahwa 3 kekalahan beruntun di HBT 1-3
oleh Brunei, 1-3 oleh Vietnam dan 1-2 oleh Kamboja tidak lantas menjadi
pembenaran bahwa U-19 harus dievaluasi apalagi secara bersama-sama oleh
beberapa pihak yang memiliki conflict of
interest tinggi. Seharusnya pelatih kepala timnas kelompok umur lain yang
diundang oleh HPU BTN PSSI juga bertanya mengapa hanya U-19 yang diberikan
kesempatan bertanding lebih banyak, apakah karena nilai jual bisnis dan hak
siar yang lebih tinggi?
PSSI
jangan pernah lupa bahwa publik menilai sensasi PSSI yang membatalkan
keikutsertaan U-19 ke COTIF menjadi alasan kuat secara psikologis dibalik
kegagalan U-19 di HBT. PSSI berhentilah mencari sensasi, apalagi ke depan U-19
akan menghadapi pertandingan penting yakni mempertahankan AFF U-19 Youth
Championship dan target masuk 3 besar di 2014 AFC U-19 Championship demi
melenggang mulus ke U-20 World Cup New Zealand di 2015 nanti. Betul supporter
tidak lebih tahu dari pengurus, namun PSSI nampaknya lupa bahwa bola itu
bundar. Hitungan di atas kertas sangat mungkin berbeda dengan di lapangan. PSSI
juga jangan pernah lupa kalau pemegang saham terbesar sepakbola dengan segala
bisnisnya adalah supporter. Masih ingat kan Revolusi PSSI? []
No comments:
Post a Comment