Sejauh
ini, kontribusi kawasan industri terhadap nilai ekspor, investasi dan
penerimaan negara terbilang positif dan menggembirakan. Menurut estimasi
Kementerian Perindustrian, kontribusi kawasan industri terhadap penciptaan
ekspor mencapai US$52 miliar (41% dari nilai total ekspor non migas tahun
2012), sedangkan terhadap penciptaan investasi sekitar US$10.2 miliar (60% dari
total investasi industri manufaktur) dan terhadap penerimaan negara menembus
angka US$938 juta yang berasal dari PBB, PPn, PPh.
Kontribusi
tersebut diprediksi akan terus meningkat karena dua hal yakni kinerja positif sektor
industri manufaktur (industri pengolahan) yang menjadi tenant utama kawasan industri dan adanya dukungan regulasi
pemerintah. Berdasarkan data BPS, kinerja positif sektor manufaktur terhadap
penciptaan PDB selama kurun waktu 2005-2012 rata-rata mencapai 26,67% setiap
tahunnya. Kinerja positif juga tercermin dari realisasi investasi PMA dan PMDN sektor
manufaktur selama kurun waktu yang sama. Data BKPM mencatat realisasi PMA sektor
manufaktur mengalami pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 19% sedangkan
PMDN sebesar 13%.
Adanya
dukungan regulasi pemerintah juga semakin membuka peluang meningkatnya
pertumbuhan kawasan industri baru di Indonesia. Hal ini didasari oleh komitmen
kuat pemerintah melalui Perpres No.28/2008 yang ingin menjadikan Indonesia
negara tangguh industri dunia pada tahun 2025 dengan menciptakan kawasan
industri baru sebagai pusat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Selain itu,
terbitnya PP No.24/2009 diyakini juga akan meningkatkan pertumbuhan kawasan
industri karena setiap pabrik industri baru yang berdiri wajib beroperasi di
dalam kawasan industri. Pemerintah juga merangsang calon investor untuk membuka
lahan kawasan industri dengan menawarkan insentif fiskal dan non fiskal melalui
UU No.39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Namun, peluang tersebut juga
harus diikuti dengan kebijakan pemerintah di dalam mendorong pemerataan
pembangunan kawasan industri khususnya di Kawasan Timur Indonesia.
Sumber:kf19.devianart.com |
Saat ini bagi pelaku usaha pilihan bisnisnya semakin
terbatas, merelokasi usahanya ke luar negeri atau bergeser ke kawasan industri
lainnya di Indonesia? Merelokasi usaha ke luar negeri tentu menjadi pilihan
sulit mengingat Indonesia masih memiliki wilayah-wilayah lainnya yang masih
kompetitif untuk dijadikan basis produksi. Disamping itu, Indonesia merupakan salah
satu the big market potential karena memiliki 237 juta penduduk yang ditopang
dengan pendapatan per kapita sebesar US$3.850 setiap tahunnya. Berdasarkan
alasan-alasan tersebut, diyakini Indonesia masih merupakan pasar yang sangat
menggiurkan bagi para pelaku usaha dari dalam dan luar negeri untuk melakukan
aktifitas produksi sekaligus memasarkan produknya (inward-looking strategy).
Maka
opsi yang paling rasional bagi pelaku usaha pada jangka pendek adalah menggeser
basis produksi, salah satunya ke kawasan industri di KTI. Hal ini
dilatarbelakangi oleh tingkat harga lahan dan upah tenaga kerja pada kawasan
industri di KTI terbilang paling kompetitif. Namun demikian, berdasarkan
catatan Kementerian Perindustrian RI masih ada beberapa hal yang masih menjadi
tantangan bagi perkembangan kawasan industri di KTI diantaranya adalah minimnya
infrastruktur pendukung seperti transportasi (jalan, bandara, rel kereta api
dan pelabuhan), listrik, air bersih, telekomunikasi, gas dan infrastruktur
pendukung lainnya; kurangnya minat pihak swasta dalam mengembangkan kawasan
industri karena minimnya insentif fiskal dan non fiskal yang ditawarkan oleh pemerintah;
belum semua Kabupaten/Kota memiliki rencana peruntukan wilayah bagi kawasan
industri yang berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tantangan-tantangan
tersebut menjadi faktor utama lambatnya pertumbuhan kawasan industri di KTI
yang pada akhirnya menyebabkan regional
inequality.
Tentu
hal ini harus menjadi perhatian Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang
dibentuk melalui Keppres No.13 Tahun 2000 mengingat ketidakseimbangan ini juga mencerminkan
ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di sisi yang lain, perhatian
yang sama juga harus diberikan oleh Kementerian Perindustrian agar target 40% konsentrasi
industri harus berada di luar Pulau Jawa dapat teralisasi sesuai waktu yang
telah ditetapkan. []
No comments:
Post a Comment