Tuesday 22 October 2013

Potensi Besar Sepakbola ASEAN

Pertama, antusiasme. Sepakbola adalah olahraga terpopuler di ASEAN. Hasil riset AC Nielsen pada tahun 2010 di 10 kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makasar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin) mengungkapkan persentase orang yang menonton (audience share) siaran pertandingan pada laga pertama final AFF Cup 2010 antara Indonesia versus Malaysia tanggal 26 Desember 2010 memperoleh rating 26 dan share 69,9% dan ditonton oleh sekitar 12,8 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Sedangkan laga kedua pada 29 Desember 2010 mencapai share 65,7% dengan rating 23,1 yang ditonton oleh lebih dari 11,4 juta orang berusia 5 tahun ke atas. Share ini meningkat dibandingkan dengan semifinal AFF Cup 2008 antara Indonesia melawan Thailand yang hanya mencapai rating 9 dan share 45%.
Supporter yang datang langsung ke stadion juga memberikan banyak gambaran bahwa sepakbola menjadi olahraga terpopuler di Asia Tenggara. Bahkan antusiasme supporter ASEAN terhadap klub sepakbola lokal termasuk ke dalam 50 besar di dunia. Data statistik bola melansir untuk musim kompetisi 2010/2011, rata-rata penonton di Indonesia Super League (20 besar dunia) sebesar 11.566 per pertandingan, V-League, Vietnam (35) dengan penonton 7.298 per pertandingan, Super League Malaysia (37) dengan 6.914 penonton per pertandingan, Thai Premier League, Thailand (48) dengan 6.914 penonton 5.170 per pertandingan.[1]  
Sumber: FDSI
Maka, hampir semua literatur ilmu pengetahuan, termasuk semua ahli pemerintahan, sosial, ekonomi, pembangunan, pertahanan, marketing dan lainnya mengatakan bahwa pentingnya antusiasme masyarakat (supporter) di dalam pembangunan komunitas. Karena masyarakat adalah subjek dan aktor utama dari komunitas sama halnya di dalam demokrasi, masyarakat adalah salah satu pilarnya. Lantas, dapatkah komunitas ASEAN 2015 disambut antusias oleh masyarakat sama seperti antusiasme supporter yang menyaksikan sepakbola langsung di stadion dan seperti antusiasme supporter yang menonton dari layar kaca?
Kedua, sepakbola adalah dunia tanpa batas. Mentalitas dunia tanpa batas (borderless world) sangat diperlukan di dalam menyongsong komunitas ASEAN 2015 dan sepakbola kembali telah mengajarkan itu. Maka tak heran ketika Sinthaweechai ‘Kosin’ Hathairattanakool dan Suchao Nutnum pemain sepakbola asal Thailand yang pernah bermain di Persib Bandung begitu diterima oleh publik sepakbola Indonesia khususnya pecinta Persib Bandung. Hal yang sama juga dirasakan oleh publik Pelita Jaya Karawang yang menyambut antusias kedatangan Safee Sali yang terkenal setelah membawa Malaysia mengalahkan Indonesia di Final AFF Cup 2012. Atau seperti halnya Diogo Santos Rangel, pemain asal Timor Leste yang saat ini mulai menjadi panutan bagi publik Gresik. Hal yang sama pernah dirasakan pemain-pemain asal Indonesia seperti Bambang Pamungkas dan Elie Eiboy selama membela Selangor FC (2005-2007), Ponaryo Astaman bersama Telekom Malaka (2006-2007) atau Irfan Bachdim yang saat ini masih membela Chonburi FC Thailand juga disambut dengan antusias dan dihargai mahal selama bermain di luar Indonesia. Mampukah komunitas ASEAN dibangun dengan mentalitas ini?
Ketiga, sepakbola ASEAN didukung oleh kekuatan pasar (market-driven).  Saat ini, semakin banyak perusahaan-perusahaan dari kawasan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub sepakbola top dunia. Beberapa diantaranya dari Indonesia yakni PT. Garuda Indonesia, Tbk yang menjadi Global Official Airline untuk tur Liverpool di Asia dan Australia, PT. Dua Kelinci untuk Real Madrid, Extra Joss (PT. Bintang Toedjoe) dengan Manchester City, PT. Multistrada Arah Sarana, Tbk dan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk  dengan Manchester United, PT. Indosat, TBK dengan klub raksasa Spanyol Barcelona, terakhir Erick Thohir yang resmi menjadi pembeli saham mayoritas klub sepakbola Italia, Inter Milan. 
            Beberapa negara ASEAN lainnya juga telah melakukan hal yang sama. Perusahaan asal Malaysia, AirAsia bahkan mengakuisisi saham mayoritas klub sepakbola Liga Inggris Queens Park Rangers pada tahun 2011 silam. Perusahaan Malaysia lainnya seperti Telekom, Bhd juga membeli lisensi penggunaan merek Manchester United untuk penjualan produknya di Malaysia. Dari Thailand, Thaksin Sinawatra, mantan Perdana Menteri juga pernah memiliki saham Machester City pada tahun 2007 silam. Perusahaan Thailand lainnya seperti Thailand Chang Beer Thai Beverage Plc menjadi sponsor di Everton, Barcelona dan Real Madrid sedangkan Singha Beer menjadi sponsor untuk Manchester United.
Sedangkan perusahaan asal Vietnam, Vietinbank dan Bank for Investment and Development of Vietnam masing-masing telah menandatangani kerjasama sponsorship dengan Chelsea dan Manchester United. Perusahaan asal Myanmar yang memiliki produk Grand Royal Whiskey juga turut ambil bagian dengan menjadi sponsor Chelsea.
Banyaknya perusahaan-perusahaan ASEAN yang menjadi sponsor klub-klub sepakbola top dunia tentu dengan maksud saling menguntungkan. Bagi perusahaan, diharapkan penjualan produk mereka akan meningkat di pasar ASEAN, Asia-Oceania atau bahkan dunia. Sedangkan bagi sepakbola ASEAN, datangnya beberapa klub top dunia seperti Barcelona, Manchester United, Manchester City, Arsenal, Liverpool, Chelsea, Inter Milan, Valencia, Ac Milan, Timnas Belanda dan beberapa lainnya diprediksi akan berdampak positif bagi perkembangan kualitas Timnas, klub lokal dan minat masyarakat ASEAN akan sepakbola. Termasuk saat ini sudah ada beberapa akademi sepakbola klub-klub tersebut di beberapa negara ASEAN. Pertanyaan sederhana, apakah komunitas ASEAN 2015 akan didukung oleh kekuatan pasar yang saling menguntungkan?
Keempat, football is more than just a game. Sepakbola tidak hanya urusan permainan 11 melawan 11 atau supporter atau bisnis semata, namun juga akan memiliki dampak terhadap perekonomian. Adakah dampak perekonomian dari keberadaan sepakbola? Di beberapa jurnal penelitian, para ekonom telah banyak melakukan kajian terkait peranan sepakbola terhadap perekonomian. Ashton, Gerard dan Hudson (2003) menyatakan ada hubungan yang sangat kuat antara performa klub-klub sepakbola Liga Inggris dengan perubahan indeks FTSE 100 (Financial Times Stock Exchange). Duque dan Ferreira (2005) menemukan bahwa ada hubungan positif antara pendapatan harga saham dan performa Sporting Lisbon di Portugal.
Berument dan Yuncel (2005) juga mengatakan bahwa setiap kemenangan klub Fenerbahce (Turki) dalam kompetisi Eropa akan meningkatkan pertumbuhan industri dalam satu bulan sebesar 0,26%, dimana penelitian ini  dilakukan menggunakan sudut pandang happiness para supporter, ketika Fenerbahce menang di kompetisi Eropa maka happiness supporter mereka meningkat, pada akhirnya meningkatkan produktifitas mereka di dalam bekerja sehingga output produksi ikut meningkat.
Lalu bagaimana dengan sepakbola ASEAN? Dalam beberapa kasus dapat dilihat terdapat dampak positif terhadap perekonomian. Seperti hasil survei lembaga AC Nielsen dimana ketika perhelatan AFF Cup 2010 digelar, belanja iklan sepanjang tahun 2010 naik 23% dengan nilai sebesar Rp60 triliun.[2] Belum lagi nilai-nilai ekonomi yang di dapatkan oleh pemain sepakbola dan perangkat pertandingannya, event organizer termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mendapatkan keuntungan ekonomi hasil penjualan pernak-pernik sepakbola, kaos bola dan merchandise. Selain memiliki dampak terhadap perekonomian, sepakbola memiliki multiplier effect non ekonomi seperti dampak terhadap happiness, sosial dan budaya masyarakat. Lantas, apakah komunitas ASEAN 2015 akan memiliki dampak ekonomi dan multiplier effect yang positif bagi setiap anggota komunitasnya?





[1] 50 Liga Sepak Bola Dengan rata-rata Penonton Terbanyak, http://andrictg.mywapblog.com/50-liga-sepak-bola-dengan-rata-rata-peno.xhtml, diakses tanggal 16 Agustus 2013
[2] Piala AFF Dongkrak Belanja Iklan, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/202429-piala-aff-dongkrak-belanja-iklan, diakses 16 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment