Sekilas
nampak ada anomali melihat bank mulai menurunkan tingkat suku bunga KPR (Kredit
Kepemilikan Rumah) mereka di akhir tahun ini. Padahal, Bank Indonesia sampai saat ini masih
menahan BI Rate mereka di kisaran 7,75% sejak 18 November 2014. Seperti diberitakan
koran harian KONTAN tanggal 13 Desember 2014 lalu, beberapa bank besar seperti
BTN dan CIMB Niaga yang menurunkan suku bunga KPRnya. BTN di bulan ini
memangkas 100 basis poin suku bunga KPR mereka menjadi 10,5% dari posisi
November yang berada pada posisi 11,5%. Sementara CIMB Niaga, menurunkan
sekitar 50 sampai 100 basis poin dari bulan sebelumnya.
Namun
demikian, penurunan suku bunga KPR ditengah BI rate yang meningkat masih terbilang
wajar. Hal ini karena dua alasan menurut penulis. Pertama, bank-bank merasa perlu menggenjot laju pertumbuhan kredit
konsumsi khususnya KPR yang sebelumnya sempat melambat karena peningkatan BI Rate
dan pemberlakuan LTV (loan to value)
jilid II yang BI berlakukan sejak 23 September 2013 lalu. Tentu bank juga
berhitung bahwa ceruk pasar properti (rumah/apartemen) sangat menggiurkan
mengingat backlog (kebutuhan) rumah yang terus mengalami peningkatan seiring
bertambahnya jumlah penduduk dan relatif terbatasnya lahan pemukiman.
Kedua, didorong oleh aturan capping (pembatasan) suku bunga deposito
yang dikeluarkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang diprediksi mampu
mengurangi cost of fund setiap bank. Sebelumnya
seperti yang sudah diketahui, OJK mengeluarkan aturan tersebut pada 1 Oktober
2014 lalu. Peraturan tersebut mengatur penurunan suku bunga kredit yang harus
tercantum di rencana bisnis bank (RBB) dimana OJK menetapkan batasan maksimal
suku bunga deposito yaitu maksimal 2.25 persen di atas BI Rate untuk deposan bank umum kegiatan usaha (BUKU)
III atau bank dengan modal inti 5-30 triliun. Sementara untuk bank besar dengan
modal inti di atas Rp 30 triliun (BUKU IV), suku bunga maksimal 2 persen di
atas BI Rate.
Saatnya KPR Rumah?
Survei
Bank Indonesia mengungkapkan bahwa 76% pembiayaan pembelian rumah dilakukan
dengan sistem KPR, 14% dengan tunai bertahap dan 10% dengan uang tunai.
Sementara itu, Cushman & Wakafield Indonesia (CWI) dalam surveinya
menyebutkan segmen masyarakat kelas menengah ke bawah memiliki ketergantungan
terhadap KPR yang mencapai 78% hingga 84%. Sementara kelas menengah ke atas,
hanya sekitar 50% diantaranya yang menggunakan KPR. Tentu penurunan suku bunga
KPR yang dilakukan oleh beberapa bank harus disambut positif untuk para calon
peminjam KPR dan semoga bisa diikuti oleh bank-bank lainnya.
Lantas
pertanyaan selanjutnya adalah apakah ini merupakan waktu yang tepat untuk
proses KPR? Bagi penulis yang bukan ahli dan belum bersertifikasi ini, membeli
rumah jangan bergantung kepada suku bunga KPR yang naik dan turun. Jika punya
kesempatan saat ini untuk membeli rumah meski dengan KPR maka sekarang adalah
waktu yang tepat. Menurut penulis, ada tiga alasan. Pertama, suku bunga rata-rata KPR (Suku Bunga Dasar Kredit/SBDK) selama
periode Oktober 2011 hingga Oktober 2014 rata-rata sekitar 10,85%. Artinya suku
bunga kredit akan berada pada kisaran tersebut. Sehingga artinya Kita akan
sulit mengharapkan suku bunga KPR terjun menjadi 1%. Dan apalagi jangan pula membeli rumah menunggu mendapatkan harta warisan.
Kedua, harga rumah/apartemen terus merangkak
naik. Jika membeli rumah menunggu suku bunga KPR turun apakah ada yang bisa
menjamin saat itu harga rumah akan ikutan turun? Sebab penulis melihat masalah
fundamental rumah adalah masalah supply
dan demand, saat ini Kita akan
melihat tanah relatif terbatas sementara jumlah penduduk Indonesia terus
meningkat. Artinya, permintaan lebih besar dari penawaran sehingga harga rumah
masih terus merangkak naik.
Ketiga,
jangan menganggap Kita tidak bisa membeli rumah/apartemen. Kita harus berpikir
dan bertindak positif. Meski dengan mencicil disaat suku bunga KPR naik, meski rendahnya
suku bunga KPR fixed rate hanya di
1-3 tahun awal, Kita harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan
penghasilan (tentu harus penghasilan yang halalan thayiban) yang lebih tinggi
dari kenaikan harga rumah dan suku bunga KPR. Kalau inflasi yoy naik 8,38%, kalau indeks Harga
Properti Residensial TW II 2014 mencapai 7,4% yoy, kalau suku bunga KPR berada di 12%, maka pendapatan Kita harus
naik dari itu. Entah bagaimana caranya, Bismillah!
No comments:
Post a Comment